Urutan Wali Nikah
Menurut Kompilasi Hukum Islam yang terbit dengan Instruksi Presiden Nomor Nomor 1 Tahun 1991, urutan wali nikah terdiri dari empat kelompok, yaitu sebagai berikut:
Pertama, kelompok kerabat laki-laki garis lurus ke atas yakni ayah, kakek dari pihak ayah dan seterusnya. Kelompok pertama ini bisa disebut pula dengan kelompok ayah.
Kedua, kelompok kerabat saudara laki-laki kandung atau saudara laki-laki seayah, dan keturunan laki-laki mereka. Kelompok kedua ini bisa disebut pula dengan kelompok saudara laki-laki.
Ketiga, kelompok kerabat paman, yakni saudara laki-laki kandung ayah, saudara seayah dan keturunan laki-laki mereka. Kelompok ketiga ini bisa disebut pula dengan kelompok paman.
Keempat, kelompok saudara laki-laki kandung kakek, saudara laki-laki seayah dan keturunan laki-laki mereka. Kelompok keempat ini bisa disebut pula dengan kelompok kakek paman.
Jika urutan wali dalam satu kelompok masih ada, maka tidak boleh berpindah kepada wali yang ada di kelompok lainnya. Urutan kelompok tersebut menunjukkan derajat kekerabatan. Kelompok pertama merupakan kelompok yang paling dekat kepada si calon pengantin perempuan.
Dalam Peraturan Menteri Agama (PMA) Nomor 20 Tahun 2019, urutan wali nikah dijelaskan dengan lebih terperinci lagi, yaitu sebagai berikut:
- bapak kandung;
- kakek (bapak dari bapak);
- bapak dari kakek (buyut);
- saudara laki-laki sebapak seibu;
- saudara laki-laki sebapak;
- anak laki-laki dari saudara laki-laki sebapak seibu;
- anak laki-laki dari saudara laki-laki sebapak;
- paman (saudara laki-laki bapak sebapak seibu);
- paman sebapak (saudara laki-laki bapak sebapak);
- anak laki-laki paman sebapak seibu;
- anak laki-laki paman sebapak;
- cucu laki-laki paman sebapak seibu;
- cucu laki-laki paman sebapak;
- paman bapak sebapak seibu;
- paman bapak sebapak;
- anak laki-laki paman bapak sebapak seibu;
- anak laki-laki paman bapak sebapak.
Jika dilihat dari kelompok wali yang dijelaskan dalam Kompilasi Hukum Islam, urutan wali yang dijelaskan dalam PMA di atas bisa dikelompokkan sebagai berikut:
Kelompok Pertama (Kelompok Bapak/Ayah):
- Bapak kandung
- Kakek (bapak dari bapak)
- Bapak dari kakek (buyut)
Kelompok Kedua (Kelompok Saudara Laki-laki)
- Saudara laki-laki sebapak seibu;
- Saudara laki-laki sebapak;
- Anak laki-laki dari saudara laki-laki sebapak seibu;
- Anak laki-laki dari saudara laki-laki sebapak;
Kelompok Ketiga (Kelompok Paman)
- Paman (saudara laki-laki bapak sebapak seibu);
- Paman sebapak (saudara laki-laki bapak sebapak);
- Anak laki-laki paman sebapak seibu;
- Anak laki-laki paman sebapak;
- Cucu laki-laki paman sebapak seibu;
- Cucu laki-laki paman sebapak.
Kelompok Keempat (Kelompok Paman Bapak)
- Paman bapak sebapak seibu;
- Paman bapak sebapak;
- Anak laki-laki paman bapak sebapak seibu;
- Anak laki-laki paman bapak sebapak.
Dalam konteks regulasi perkawinan di Indonesia, anak kandung tidak berhak menjadi wali nikah untuk ibunya. Namun hal ini berbeda dengan mazhab Hambali yang menjadi mazhab resmi di Arab Saudi dan banyak dianut di Uni Emirat Arab serta Qatar. Dalam mazhab Hambali, seorang anak laki-laki yang sudah dewasa berhak menjadi wali nikah untuk ibunya. Seperti dijelaskan oleh Ibnu Qudamah dalam al-Mughni (juz 7, hal 356), urutan wali dalam mazhab Hambali adalah ayah, kakek, anak laki-laki, saudara laki-laki, orang yang memerdekakan, dan wali hakim (sultan).
Bagi yang berminat untuk download banner Urutan Wali, silakan klik link download .
Syarat Wali Nikah
Menurut pasal 12 ayat (2) PMA di atas, syarat-syarat menjadi wali adalah sebagai berikut:
- laki-laki;
- beragama Islam;
- balig;
- berakal; dan
- adil
Perpindahan kepada Wali Nasab Berikutnya
Berdasarkan Pasal 22 Kompilasi Hukum Islam, wali nasab bisa bergeser kepada wali nasab urutan berikutnya jika wali nasab sebelumnya mengalami hal-hal sebagai berikut:
- tidak memenuhi syarat, seperti masih anak-anak (belum balig), gila, pikun, linglung, dan non muslim.
- tuna wicara (bisu)
- tuna rungu (tuli)
- sudah uzur
Perpindahan kepada Wali Hakim
Berdasarkan Pasal 13 ayat (1) PMA di atas, jika seluruh wali nasab tersebut tidak ada, maka wali nikah berpindah ke wali hakim. Pada Pasal 13 ayat (3) dijelaskan bahwa selain karena alasan tidak ada wali nasab, wali hakim juga terjadi jika terdapat sebab-sebab berikut ini:
- walinya adhal (menolak/enggan menjadi wali) berdasarkan Putusan Pengadilan Agama.
- walinya tidak diketahui keberadaannya;
- walinya tidak dapat dihadirkan/ditemui karena dipenjara;
- wali nasab tidak ada yang beragama Islam;
- walinya dalam keadaan berihram; dan
- wali yang akan menikahkan menjadi pengantin itu sendiri.
Baca juga 7 Alasan Pernikahan Wali Hakim