Saat Konsep Pernikahan Digugat

Penelope-Cruz15Konsep pernikahan ternyata mulai digugat oleh sebagian orang. Apalagi di tengah masyarakat modern, angka perceraian justru semakin tinggi. Menurut data pada tahun 2002 yang dilansir www.divorcemag.com, Swedia merupakan negara tertinggi angka perceraiannya, yaitu sebesar 54,9 % dari jumlah pernikahan. Amerika Serikat menempati urutan ketujuh dari 46 negara yang disurvei dengan angka perceraian sebesar 45,8 %. Sedangkan India menduduki urutan paling buncit dengan angka sebesar 1,1 %. Data perceraian di Indonesia sendiri belum tersedia dalam Badan Pusat Statistik (BPS).

Tingginya angka perceraian di negara-negara Barat tersebut, tampaknya membuat sebagian orang menjadi takut, bahkan tidak mau untuk menikah. Salah satu orang yang tidak mau menikah adalah artis cantik Hollywood asal Spanyol, Penelope Cruz (35), yang pernah menyabet piala Oscar sebagai aktris pemeran pembantu terbaik dalam film Vicky Christina Barcelona (2008). Seperti ditulis dalam www.contactmusic.com, sang artis berujar, “Aku ingin punya anak suatu hari nanti, tapi bukan saat ini. Dan saat itu terjadi, aku ingin melakukannya dengan baik. Aku ingin hal itu menjadi pekerjaan terbaik dalam hidupku. Aku mungkin tak percaya pada pernikahan, tapi aku percaya pada konsep keluarga, cinta, dan anak-anak.” Padahal saat ini Cruz sedang menjalin hubungan asmara dengan, Javier Bardem (40), aktor yang juga asal Spanyol dan peraih penghargaan Oscar sebagai aktor pemeran pembantu terbaik dalam film No Country for Old Men pada tahun 2007.

Bacaan Lainnya

Salah satu tujuan penting pernikahan adalah memperoleh keturunan demi menjaga kelangsungan hidup manusia. Namun di dunia Barat, anak bisa diperoleh melalui proses adopsi oleh pihak yang menginginkan. Pihak yang mengadopsi tidak perlu merupakan sebuah keluarga yang terikat dalam perkawinan yang sah. Angelina Jolie dan Brad Pitt bisa mengadopsi anak dari berbagai negara, tanpa mereka berdua terikat oleh pernikahan yang sah. Di samping itu, anak yang lahir dari seorang perempuan yang tidak terikat pernikahan pun bisa memperoleh pengakuan hukum dari negara. Hal ini berbeda dengan di Indonesia. Akta kelahiran akan sulit didapatkan jika orang tuanya tidak bisa menunjukkan bukti surat nikah.

Di samping untuk memperoleh keturunan, tujuan penting perkawinan adalah untuk melegalkan hubungan seksual. Namun tujuan itu semakin tidak bermakna di zaman sekarang saat sikap permisif yang begitu tinggi terhadap hubungan seksual, baik dengan lawan jenis maupun sejenis. Dengan sikap seperti itu, orang tidak perlu menikah jika hendak melakukan hubungan seksual. Orang-orang boleh hidup bersama dengan orang yang mereka pilih, baik yang berlainan jenis maupun yang sejenis, meskipun tanpa ikatan hukum apapun. Mereka tak perlu takut dicibir atau dikucilkan oleh masyarakat sekitar atau disorot oleh media massa. Di Indonesia pun, tampaknya hal itu sudah mulai menjalar. Dari kalangan selebriti, misalnya, Steve Immanuel dengan santai dan tanpa malu sempat hidup serumah dengan Andi Soraya. Meskipun hubungan keduanya tidak disahkan dalam lembaga pernikahan.

Seperti diakui dalam ilmu Sosiologi, manusia adalah makhluk sosial (social animal). Karena itulah, manusia memiliki naluri untuk hidup berkawan dan selalu berhubungan dengan orang lain (gregariousness). Sejak peradaban awal manusia, sudah dikenal institusi pernikahan, meskipun dengan segala bentuk kesederhanaannya. Institusi pernikahan lantas semakin diperteguh seiring perkembangan peradaban manusia dan munculnya agama yang juga membawa aturan-aturan tentang tata cara manusia dalam menjalani hidup. Namun malangnya, kini di zaman modern, institusi pernikahan, terutama di masyarakat Barat, mulai ditinggalkan, termasuk oleh para tokoh selebriti dunia, seperti Penelope Cruz, Angelina Jolie, Jodie Foster, dan lain-lain.

Pernikahan sebenarnya merupakan sebuah media untuk mengasah sikap bertanggung jawab dalam diri manusia. Dengan menikah, cinta yang sudah terjalin diperteguh dan dibuktikan dengan dijalankannya hak dan kewajiban sebagai suami atau istri. Dengan menikah, seseorang diikat untuk bertanggung jawab atas komitmen yang dibuatnya untuk hidup bersama dengan pasangan yang telah dipilih. Tanggung jawab tersebut tidak hanya bersifat horizontal dengan pasangannya sendiri atau masyarakat, tapi juga bersifat vertikal dengan Tuhan, Sang Pencipta Alam Semesta. Ikatan tanggung jawab itu juga diemban oleh sepasang manusia hingga maut memisahkan mereka, kecuali –tentu saja—jika ikatan mereka hancur akibat perceraian.

Ide kebebasan karena tidak terikat dalam lembaga pernikahan merupakan sebuah ide yang mengelabui. Orang yang memutuskan tidak menikah, secara tidak langsung, ia mengakui dirinya takut untuk terikat dan bertanggung jawab. Pernikahan seolah sebuah penjara yang akan merampas kebebasannya. Pernikahan dianggap sebuah lembaga yang justru hanya menambah beban tanggung jawab dalam hidup. Padahal kebahagiaan hidup tidaklah tergantung dengan tingkat beban tanggung jawab. Justru semakin besar tanggung jawab seseorang, semakin ia memperoleh kenikmatan hidup jika ia bisa menjalaninya dengan penuh ikhlas dan hati yang lapang.

Anjuran untuk menikah adalah salah satu bentuk kasih sayang Tuhan kepada hamba-Nya. Dengan menikah, manusia diajari Tuhan untuk mencapai derajat kemanusiaan yang lebih tinggi. Dalam pernikahan, manusia diajari secara langsung dan intens dalam hidup sehari-hari untuk saling menghargai serta bertenggang rasa dengan kekurangan dan kelebihan pasangannya. Dengan menikah, manusia ditunjukkan oleh Tuhan betapa banyak kekurangan dirinya dan pasangannya. Saat menyadari adanya kekurangan pasangannya itulah, seseorang dituntut untuk memiliki jiwa besar untuk menerimanya.

Jika pelajaran tentang hal itu gagal dilakukan oleh sepasang manusia yang terikat pernikahan, maka pernikahan pun terancam perceraian. Kegagalan itu sendiri sebenarnya juga bisa ditelusuri penyebabnya dari awal sebelum pernikahan terjadi. Sang Nabi dan orang bijak bestari yang telah memahami hakikat kehidupan telah banyak memberi wanti-wanti kepada kita. “Jika hendak memilih pasangan hidup dalam pernikahan, pilihlah karena ketaatannya kepada Tuhan, Sang Pemilik Hidup. Jangan memilih karena kekayaan, keindahan fisik, atau garis keturunannya. “

Tampaknya hal itu pula yang terjadi pada diri Manohara dan keluarganya. Status Teungku Muhammad Fakhry sebagai pangeran dari Kerajaan Kelantan yang tentu saja kaya raya, membuat keluarga Manohara rela menikahkannya dengan sang pangeran. Namun Sang Pemilik Hidup juga sungguh adil. Orang yang mudah tertipu dengan kemilau kekayaan, keindahan fisik, dan garis keturunan yang terhormat, justru kebanyakan orang-orang yang tidak memiliki kecerdasan spiritual yang kuat. Orang tua yang betul-betul memiliki kecerdasan spiritual yang kuat dan rendah hati di hadapan Sang Penguasa Hidup, tentu menyadari bahwa kekayaan, keindahan fisik, dan garis keturunan terhormat, bukanlah sumber kebahagiaan hakiki yang diperlukan dalam rumah tangga. Ia tidak akan rela “menjual” anaknya untuk melunasi hutang-hutangnya sendiri.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

22 Komentar

  1. Paham paham liberal seperti itu yg seharusnya kita musnahkan di kalangan kita, khususnya para remaja Indonesia. 🙂

    Faham itu sudah masuk di kalangan kita. Masuk dalam pikiran. Tentu tidak mudah memusnahkannya.

  2. Takut Cerai Maka Takut Menikah
    oi oi oi

    Menikah kan cuma wadah, soal isinya ya dipersilahkan masing2 pasangan mengolah. mau diisi yg bergizi monggo, mau diisi racun pun monggo karena toh mereka yg merasakan.

    karena keracunan disalahkanlah wadahnya, padahal mereka sejak awal memasak kecubung.

    Mas Jamal emang bagus kalo buat perumpamaan.

  3. kalau manusia mau jujur dengan hati nuraninya, maka ia akan sepakat mengatakan kalau menikah itu adalah kebutuhan, bukan tuntutan.

    manusia sering terkalahkan oleh bisikan zaman dan menutupi telinganya dari bisikan hati nurani, padahal kata hati adalah kata yang paling jujur…

    tulisan yang mencerahkan sekali mas… thanks

    Tulisan-tulisan Uda juga bagus. Terima kasih kembali atas silaturahminya.

  4. Yang perlu kita khawatirkan adalah budaya punya anak tanpa perkawinan yang banyak diterapkan di negara-negara Barat. Tidak cuma para selebritis saja, dari kalangan pesepakbola Eropa pun sudah tinggal serumah dan punya beberapa anak sebelum mereka memutuskan untuk menikah. Benar-benar kacau.

    Dan karena pengaruh media, budaya negatif seperti itu pun lambat laun mungkin akan diadopsi oleh masyarakat kita. Mudah-mudahan saja hal tersebut tidak pernah terjadi :).

    Betul sekal, Mas Jafar. Kumpul kebo sudah sangat lumrah tampaknya di sana. Mudahan masyarakat kita tidak latah mengikutinya.

  5. hehe… ini tulisan kadi nikah banget, mempersuasi orang untuk menikah.

    ya, banyaknya toleransi dan tingginya permisivitas (ada nggak sih istilah ini?) di masyarakat modern membuat lembaga perkawinan tidak lagi jadi pilihan hidup. saya jadi ingat cita-cita yang cukup sering terdengar saat masih kanak-kanak bila ditanya mau jadi apa besar nanti. jawabannya adalah: menjadi pengantin.

    sekarang? bahkan ada lagunya, single and happy. hehe…

    Kadi nikah slebor, kalee.. Ssst… Jangan bilang-bilang, Uni! Malu.

    Lho? Gitu ya? Sejak kecil sudah bercita-cita jadi penganten? Hebat! Cepat amat dewasanya. Hi…hi….

  6. ketika menikah di persalahkan atau ditakuti karena di pengaruhi oleh budaya setempat . dan simbol-simbol agama hanya di jadikan kamuflase saja maka itulah kpribadian mereka yang menganut azas ini.

    maka kembali kepada ajaran yang sebenarnya.

    Setuju, Kawan. Kembali ke fitrah.

  7. sampai kpn yah, perdebatan seputar konsep nikah ini ….??? setidaknya di indonesia masih belum terlalu bnyk yah

    Sebenarnya tidak perlu didebatkan. Tinggal kembalikan saja ke ajaran agama masing-masing.

  8. terlalu banyak pengalaman traumatik mengenai perkawinan, kadang orang terlalu banyak berharap kebahagiaan sementara semuanya memerlukan perjuangan untuk mencapainya, perlu bertahan dan saling pengertian…. namun jika memang memiliki hambatan untuk ke sana tentunya ada jalan lain yant diridhai tuhan juga tentunya,… mungkin mas racheedus punya tipsnya… kekeke 😀

    Ada jalan keluar terakhir yang dibolehkan namun dibenci Tuhan, yaitu perceraian. Pengalaman buruk dalam pernikahan mestinya jadi kaca benggala agar tidak mengulangi kesalahan yang sama. Betul, dalam hidup semua memerlukan perjuangan termasuk kebahagiaan dalam pernikahan. Jika tak mau berjuang, berarti orang sudah membunyikan lonceng kematian dalam hidupnya.

  9. Jika kita memilih orang yang tepat, pernikahan itu akan menyenangkan. Namun jika tidak tepat, maka akan terjadi badai terus menerus…
    Justru karena itulah, dulu pesan ortu, hati2 dalam memlih calon..karena bisa seperti membeli kucing dalam karung.

    Memilih jodoh memang mestinya bukan seperti membeli kucing dalam karung. Pesan orang tua dulu memang masih relevan di zaman sekarang.

  10. menikahlah karena Alloh
    maka kan beda hasilnya 🙂

    Pak, makasih atas doanya selama ini
    Insyaallah ini hari terakhir saya tuk bedrest
    Dan esok bisa kembali beraktifitas 🙂

    Betul, Kang Achoey. Karena Allah, bukan hawa nafsu.

    Alhamdulillah. Saya gembira sekali. Seorang sahabatku yang terbaik telah lulus ujian-Nya. Semoga jadi semakin dekat dengan-Nya.

  11. wah, denger2 si manohara dan ibunya malah digugat balik atas pencemaran nama baik dan dituntut ganti rugi sebesar 300 m. walah, kok jadi makin rumit persoalannya.

    Memang sebenarnya, ada persoalan di balik kasus Manohara. Selama ini, kayaknya kita seperti memberi belas kasihan kepada orang yang tidak layak.

  12. Pernikahan adalah proses penyesuaian seumur hidup antara dua orang manusia, karena masing-masing adalah sebuah pribadi yang selalu berubah seiring dengan waktu dan perubahan lingkungan.

    Tulisan yang memberikan wacana bagus. Adapun tentang penilaian mengenai Manohara, saya tak berani berkomentar. Saya merasa tidak berhak menilai orang, sebelum tahu apa dan bagaimana sesungguhnya ia/mereka …

    Betul, Bu, pernikahan adalah proses adaptasi seumur hidup. Tentang Manohara, saya jadi “kurang ajar” menilai karena banyak sumber media massa yang juga membongkar sisi gelap keluarga itu. So, tidak ada asap tanpa ada api.

  13. duh gmn ya om…. kl menikah tu ko kyk yg ragu2 bg,, tkut ini takut itu, kayak yg blm siap trs,,,
    padahal kata orang ni om….. pintu rizki orang yg sdh menikah itu pst selalu ada ketimbang msh bujangan
    gmn ya om tips n triknya

    om kalau ada Qanun wa tasyri di Maroko dan Libya tolong di Emailkan om…..

    thx om sblumnya…….

    Nggak usah takut menikah. Otot sudah cukup dewasa. Soal rezeki, Allah pasti menunjukkan jalan asal kita mau berusaha keras. Logika manusia berbeda dengan “logika” ilahi. Saat menikah, justru rezeki lebih lancar daripada kita sendirian.

    Soal makalah qanun di Maroko dan Libya, sayang sekali saya nggak punya.

  14. namun pernikahan begitu indah kudengar,,,,,,,,
    membuatku ingin segera melaksanakan………..
    namun bila kulihat aral melintang pukang,,,,,,,,,,,
    hatiku selalu maju mundur dibuatnya..

    (suara persaudaraan-hasrat hatiku)

    ya allah, berkahilah orang-orang yang menikah karena mengharap keridhaan-Mu, Amin..

    Justru karena adanya aral melintang, maka menjadi semakin indah dan berwarna hidup ini. Dan setiap pernikahan pasti ada cobaannya untuk menguji seberapa kuat fondasi cinta kita.