Politik Birokrasi

perebutan kerusiBagi sebagian orang, jabatan dan pangkat memang sangat menggiurkan. Mereka menduga, jabatan bisa menolong untuk meraih kekayaan, kekuasaan, popularitas, fasilitas, dan lain-lain. Karena dugaan itulah, jabatan pun diraih dengan segala cara. Bahkan jika perlu, teman sendiri pun bisa dikorbankan untuk merebut jabatan itu. Seperti itu pula yang tampaknya dialami oleh seorang teman, sebut saja namanya Amran. Ia baru saja menjadi korban dari kejamnya politik birokrasi dalam kompetisi memperebutkan jabatan.

Alkisah, Amran mendapatkan berita dari atasannya bahwa ia akan diikutsertakan dalam fit and proper test untuk menjadi calon pejabat di sebuah instansi pemerintahan. Dengan suka ria, ia menyambut kabar gembira tersebut. Ia pun ditunjukkan surat panggilan untuk mengikuti kegiatan tersebut. Nama Amran tertera jelas di surat panggilan itu sebagai salah satu utusan dari daerahnya.

Bacaan Lainnya

Namun malang tak dapat diraih; untung tak dapat ditolak. Satu hari menjelang keberangkatan Amran ke tempat fit and proper test, ia diberitahu bahwa ia tidak jadi diberangkatkan. Ia digantikan oleh orang lain yang juga teman Amran. Pada awalnya, alasan penggantian itu adalah bahwa Amran mengundurkan diri. Tak ayal, Amran menolak dengan tegas alasan tersebut. Ia sama sekali tak pernah mengajukan pengunduran diri.

Alasan lain pun dikemukakan. Ada tugas dinas ke luar kota yang harus dilaksanakan oleh atasan Amran di kantornya. Tugas dinas tersebut berbarengan dengan jadwal fit and proper test yang akan diikuti oleh Amran. Dengan demikian, Amran tidak boleh berangkat meninggalkan kantor karena akan mengganggu tugas pelayanan publik. Kantor Amran memang hanyalah kantor tingkatan kecamatan yang tak memiliki banyak karyawan. Ternyata alasan ini pun hanyalah dibuat-buat. Atasan Amran tidaklah pergi untuk dinas luar kota.

Singkat cerita, Amran pun protes keras ke para pejabat di kabupaten. Ia merasa dizalimi dan dipermainkan.

“Mengapa kok tiba-tiba saja, nama saya dicoret?! Apa sebegitu mudahnya mencoret nama orang lain, tanpa ada prosedur yang jelas?! Kalau memang saya sejak awal tidak layak untuk mengikuti fit and proper test, mengapa sebelumnya saya tidak diikutkan saja?! Saya tinggal berangkat saja esok harinya, kok tiba-tiba saya digagalkan?! Saya benar-benar sakit hati!” Begitulah kira-kira protes Amran dengan berapi-api.

Dan yang juga membuat Amran lebih sakit hati, orang yang menggantikan dirinya justru orang yang memiliki track record buruk. Orang tersebut justru baru beberapa hari yang lalu dimutasi karena melakukan penggelapan uang. Sebelumnya, orang itu juga beberapa kali dimutasi karena kesalahan yang sama, penggelapan uang kantor.

Di samping itu, orang yang menggantikannya tersebut justru orang yang baru di bidang tugas yang selama ini digeluti oleh Amran. Jika dilihat dari kompetensi teknis, tentu Amran jauh lebih unggul daripada orang tersebut. Tapi itulah fakta yang terjadi. Dalam dunia birokrasi saat terjadi perebutan jabatan, memang sering kali terjadi aksi sikut-menyikut antar teman. Menggunting dalam lipatan. Lobbying sana-sini. Suap-menyuap. Seperti permainan sepak bola, Amran kemasukan gol dengan cara curang di saat injury time.

Berkaca dari kasus Amran, saya semakin membuat menyadari betapa dahsyatnya daya tarik jabatan sehingga membuat orang bisa melakukan berbagai cara tanpa memperdulikan perasaan teman yang lain. Alih-alih perasaan teman, hukum dan aturan pun bisa diinjak-injak untuk merebut jabatan. Toh, jabatan bukanlah segalanya. Mestinya ia hanyalah sarana pengabdian untuk berbuat yang sebaik-baiknya dan seluas-luasnya untuk masyarakat, agama, bangsa, dan negara. Jabatan merupakan amanah yang harus dipertanggungjawabkan di depan masyarakat dan Tuhan, baik saat di dunia maupun di akhirat.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

6 Komentar