Akhirnya, Presiden Joko Widowo mengambil keputusan untuk menyikapi polemik KPK vs Polri. Sang Presiden membatalkan pelantikan Budi Gunawan sebagai Kepala Polri. Beliau lantas mengajukan calon baru untuk jabatan Kapoliri, yaitu Badroodin Haiti, yang saat ini menjabat sebagai Wakapolri. Di sisi lain, beliau juga memberhentikan dua pimpinan KPK, yaitu Bambang Widjojanto dan Abraham Samad.
Keputusan sang presiden ini merupakan sebuah pilihan yang tak sepenuhnya win-win solutions. Dari kedua kubu, KPK dan Polri sama-sama merasakan betapa “garangnya” sikap Jokowi. Budi Gunawan yang sempat dijadikan tersangka oleh KPK akhirnya tak jadi dilantik sebagai Kapolri. Di lain pihak, Bambang Widjojanto dan Abraham yang ditetapkan sebagai tersangka oleh Polri, akhirnya juga diberhentikan sebagai pimpinan KPK. Dengan kata lain, “keinginan” dari kedua belah pihak sama-sama tidak dikabulkan oleh sang presiden. Keinginan dari kubu Polri agar Budi Gunawan dilantik sebagai Kapolri akhirnya tidak tercapai. Begitu pula keinginan agar Bambang Widjojanto dan Abraham Samad tetap sebagai komisioner KPK juga tidak tercapai.
Poin lainnya dari keputusan sang presiden adalah kepemimpinan Polri harus tetap berjalan. Begitu pula kepemimpinan KPK juga harus tetap berjalan. Di pihak Polri, Jokowi sudah menunjuk Badrodin Haiti sebagai calon Kapolri baru. Di pihak KPK, Jokowi sudah menunjuk tiga orang pelaksana tugas pimpinan KPK, yaitu Johan Budi, Taufiequrrahman Ruki, dan Indriyanto Seno Adji. Di mata saya, keputusan ini merupakan keputusan yang berani dari sang presiden. Mencari solusi di tengah banyak masalah dan kepentingan tentu saja bukan hal yang mudah. Tentu solusi yang diambil tidak bisa memenuhi semua keinginan semua pihak. Ada keinginan dari kedua belah pihak yang terkurangi. Tetapi, betapapun keputusan harus diambil, meski dengan berbagai resiko yang siap menghadang. Dan Jokowi sudah berani mengambil keputusan dengan risiko yang cukup besar.
Batalnya pelantikan Budi Gunawan merupakan bentuk pembangkangan Jokowi terhadap titah Megawati. Hal ini merupakan tamparan keras bagi Megawati dan PDIP yang sebelumnya mengusung Jokowi sebagai Presiden. Dengan kata lain, orang bisa mengatakan bahwa Jokowi seperti anak yang tidak mengerti balas budi terhadap ibu yang melahirkannya. Dalam bahasa yang lebih keras, Jokowi adalah anak durhaka terhadap Megawati. Resiko inilah yang sangat berat bagi Jokowi sehingga harus mengulur-ulur saat hendak mengambil keputusan. Di samping itu, ancaman impeachment juga sudah menghadang dari para legislator di DPR.
Selama ini keputusan Jokowi cenderung diabaikan oleh kedua belah pihak, baik Polri maupun KPK. Perintah Jokowi agar kedua belah pihak untuk tidak bergesekan, ternyata tidak digubris. Perintah agar tidak terjadi lagi kriminalisasi justru dianggap angin lalu oleh pihak Polri, dalam hal Bareskrim. Di sisi lain, pihak KPK terus berupaya memanggil para saksi dari pihak Polri untuk kasus Budi Gunawan, meski pun hampir semua saksi dari pihak Polri tidak hadir. Di pihak Polri, orang yang dianggap paling bertanggung jawab atas terjadinya kriminalisasi terhadap KPK adalah Budi Gunawan dan Budi Waseso yang menjabat sebagai Kabareskim. Di pihak KPK, orang yang paling bertanggung jawab atas ditetapkannya Budi Gunawan sebagai tersangka adalah Abraham Samad dan Bambang Widjojanto. Jika ingin betul-betul adil, mestinya Budi Waseso juga harus dicopot dari Kepala Bareskrim. Dengan demikian, skor menjadi 2-2 bagi KPK dan Polri.
Namun ternyata perseteruan yang diwasiti oleh Jokowi untuk sementara masih dengan skor yang tidak imbang. 2-1 untuk kemenangan Polri. Mengapa? Karena Budi Waseso hingga saat ini masih menjabat sebagai Kabareskrim. Hal ini bisa menjadi peluang pertarungan akan terus berlanjut. Seperti yang sudah terjadi sebelumnya. Budi Waseso tidak mengindahkan perintah sang presiden untuk menghentikan kriminalisasi. Perintah sang presiden saja bisa dilanggar oleh sang Kabareskrim, apalagi perintah Badrodin Haiti? Kita masih mengingat bagaimana peristiwa penangkapan Bambang Widjojanto yang tidak dikoordinasikan oleh Budi Waseso kepada Badrodin Haiti. Peristiwa itu menunjukkan bahwa kewibawaan Badrodin Haiti tampak rendah di mata Budi Waseso. Apalagi kedua orang ini sempat sama-sama bersaing untuk memperebutkan kursi orang nomor satu di Polri saat nama keduanya diusung oleh Kompolnas ke Presiden.
nice info mas , Adonis
wah ini benar yah? terima kasih sekali infonya. , Adora
keren mas 😀 , Afrodille
ditunggu tanding ulangnya mas… hehehhe
Salam Nge BluR
untuk saat ini KPK masih kalah
Aksi Cepat Tanggap
Global Qurban
Jutaan orang memiliki harapan memiliki bisnis online sendiri, tetapi tidak yakin bagaimana atau bahkan di mana untuk memulai
Jutaan orang memiliki harapan memiliki bisnis online sendiri, tetapi tidak yakin bagaimana atau bahkan di mana untuk memulai Untuk setiap lebih lanjut, klik di sini http://tokowebgratis.id/
artikelnya kerennn
haha ini nih baru seru, semoga yang benar yang menang. Maju terus Indonesia.
syukurnya sudah damai, presiden sudah mengambil langkah kebijakan yang tepat…
duh harusny para pemimpin menjadi panutan warganya untuk sling berdamai, ini malah saling berseteru -_-
aduhh kapan akur nya ini makin ga tentram aja negara ini hadeuhh
kalau para petinggi negara sudah tidak kooperatif, gimana dengan rakyat indonesia.
hayo mari berbena diri. kalau para penegak hukum aja tidak bisa saling percaya apalagi rakyat
cuma bisa menggelengkan kepala…
coba mereka kerja sama, ngga ada konspirasi dan orang yang mementingkan kepentingan pribadi
itulah indonesia
gk mau bersama
mau nya ribut saja
Yuk Gabung bersama kami di
Free chip poker