Orang Gila

grayscale photo of man sitting on ground with bottle

Siang di sebuah persimpangan jalan tengah kota. Aku menghentikan kendaraan karena lampu merah menyala. Deretan mobil dan motor mengular di jalanan yang bising. Kendaraanku terjebak di tengah antrean yang panjang. Sembari menanti lampu hijau menyala, kupendarkan pandangan ke arah pinggir jalan. Kulihat seorang lelaki tua duduk di sudut jalan di bawah pohon nan rindang.  Pakaiannya kumal dan compang-camping. Bahkan celananya sobek. Persis di areal sensitif. Tak ayal, auratnya pun melambai-lambai ke setiap orang. Jelas si lelaki itu orang yang kurang waras.

Seribu tanya berkecamuk di kepalaku. Sosok lelaki itu begitu menohok ulu hatiku. Mengapa orang seperti itu bisa berkeliaran di jalanan? Menyuguhkan pemandangan yang amat kontras dengan bangunan-bangunan megah di tengah kota. Mengapa petugas sosial atau Satpol PP tidak mengamankan orang seperti itu? Sudah tidak adakah kepedulian di tengah ramainya kota ini? 

Bacaan Lainnya

Bahkan terbersit protes di dalam hatiku kepada Tuhan. Apa tujuan-Mu, Tuhan, menciptakan makhluk-Mu jadi gila dan berkeliaran di jalan-jalan? Membiarkan mereka dalam himpitan lapar dan dahaga. Menelatarkan mereka dalam cengkeraman terik panas matahari dan dinginnya cuaca malam. Ah, tentu tidak ada satu pun peristiwa di alam semesta ini terjadi tanpa kehendak-Mu. Kau tentu memiliki tujuan.

Aku mencoba menghikmati pemandangan pilu di depan mataku itu. Barangkali Tuhan sedang menguji para hamba-Nya yang waras. Seberapa peduli mereka yang waras terhadap orang-orang yang tidak waras di sekeliling mereka.

***

Malam mulai memasuki peraduannya. Sayup-sayup terdengar suara azan Isya berkumandang.  Aku baru saja usai mengajar mengaji si bungsu. Seperti biasa, aku pun bermaksud menutup pagar di depan rumah dan mengunci garasi. Saat kubuka pintu rumah, aku langsung terkejut dan nyaris berteriak. Sesosok lelaki asing dengan penampilan lusuh dan kumal duduk santai di serambi rumah.

“Siapa kamu?!” tanyaku dengan nada tinggi. Ada rasa khawatir terlintas di benakku. Barangkali ia orang jahat yang akan mencelakakanku.

“He…he….” orang itu tertawa menyeringai sembari menampakkan giginya yang menghitam. Rambut gimbalnya yang panjang bergerak mengikuti gerak tubuhnya.

“Kamu dari mana?” cecarku kembali masih dengan nada tinggi. Kini aku mulai menyadari orang yang di depanku adalah orang yang tidak waras.

Orang itu pun menyebutkan sebuah nama tempat yang sama sekali tak kukenal. Entahlah. Mungkin aku juga tidak fokus dengan jawabannya.

“Sudah makan belum?” tanyaku mulai melunak.

“Belum,” jawab lelaki itu dengan sedikit tersipu-sipu.

Aku pun kembali menutup pintu dan masuk ke dalam rumah. Ingatanku langsung melayang ke peristiwa kemarin siang di persimpangan jalan. Ternyata ini adalah jawaban atas protesku kepada Tuhan. Ya, Ia yang Maha Bijaksana langsung mengujiku. Seberapa kepedulianku terhadap orang-orang yang tidak waras seperti lelaki yang sedang duduk di serambi rumahku saat ini.

“Ma, ada orang gila di depan rumah,” ujarku kepada istriku yang sedang bercengkerama dengan ibunda yang terbaring sakit.

“Waduh! Terus gimana?” sahut istriku seraya mengeryitkan dahi.

“Nggak pa-pa,” jawabku menenangkan. “Kita kasih makan aja. Terus suruh ia pergi.”

Sembari istri menyiapkan bungkusan makanan, aku pun menceritakan kepadanya tentang peristiwa protesku terhadap Tuhan kemarin sore. Tak terasa, sebungkus nasi lengkap dengan lauk ayam bakar, satu botol air mineral, dan sepotong kue diulurkan oleh sang istri ke tanganku.

“Mas, ini silakan dibawa pergi untuk makan,” kataku sembari mengulurkan bungkusan nasi tersebut.

“Terima kasih,” sahut lelaki lusuh itu sembari menerima bungkusan nasi dan botol mineral yang kuberikan. “Assalamu’alaikum!” ucapnya dengan lantang seraya beranjak pergi.

“Wa’alaikum salam,” jawabku spontan. Dalam hati kecilku, terlintas rasa heran: ternyata orang itu fasih juga ucapan salamnya. Jangan-jangan dia memang orang yang khusus dikirimkan Tuhan untuk memberi pelajaran padaku.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

3 Komentar