Obrolan Iseng di Suatu Siang

“Aku mari cari istri lagi, nih,” ujar Jamal dengan tegas seraya memperbaiki dasinya. Padahal ruangan itu tentu tidak sepanas di luar, karena ada AC yang senantiasa mengirimkan kesejukan.

“Yang bener aja, Mal? Emang kenapa istri kamu? Segitu cantiknya kok masih pengen cari istri lagi,” jawab Hendra, teman kuliah Jamal yang jauh-jauh datang ke Jakarta dari Yogya. Sejak pernikahan Jamal dengan Yulfi, mereka berdua memang tak pernah bersua hingga hari ini.

Bacaan Lainnya

“Bukannya kurang cantik. Cantik sekali malah.”

“Trus, kenapa, kok, mau cari istri lagi?”

“Aku mau berbagi kebahagiaan. Aku mau menolong orang lain.” Mimik Jamal tampak serius. Tak ada kesan ia sedang bergurau.

“Oalah, Mal, Mal! Yang bener aja? Nggak usah sok pahlawan gitu deh.” Hendra mengumbar senyum menahan tawa.

“Lho? Ini serius, Mal! Aku sudah minta izin sama istriku, Yulfi. Dan dia ngasih izin.”

“Bohong! Ngaco! Mana ada perempuan yang mau dipoligami!”

“Kalo nggak percaya, tanya aja sendiri sama Yulfi.” 

“Awas! Ntar kutanyain bener, lho!”

“Silakan aja. Monggo mawon.”

Pembicaraan itu terhenti saat terdengar azan zuhur dari menara mesjid di seberang rumah Jamal. Kedua sahabat itu bersepakat untuk pergi ke masjid guna mengikuti shalat jamaah.

“Jadi, gini, Hen,” Jamal membuka pembicaraan dengan Hendra usai  mereka pulang dari mesjid. “Aku punya ide untuk menikah dengan tiga orang perempuan lagi.”

“Gila kamu! Memang bisa? Memang kamu bisa adil? Satu istri aja belum tentu bisa jadi suami dan ayah yang baik. Apalagi sampai menikah lagi dengan tiga orang.” Hendra memprotes keras ide sableng sang teman. 

“Sebentar dulu. Dengar penjelasanku dulu, dong! Gini, aku mau menikah dengan tiga perempuan dari berbagai kalangan berbeda. Sekarang kan sudah menikah dengan Yulfi. Dia kan anak pesantren. Pinter ngaji. Nggak neko-neko. Biar dia yang jadi ibu yang bener-bener bisa mendidik anak-anakku. Biar jadi anak saleh.”

“Aah! Kamu kok seperti merendahkan anak pesantren. Emang semua anak pesantren manut-manut aja? Mau dikibulin?”

“Ya, nggak gitu sih. Aku cuma menempatkan Yulfi seperti adanya saja. Dia memang begitu.”

“Terserah kamulah. Tapi, kalau Yulfi sampai sengsara gara-gara kamu poligami, aku orang pertama yang protes keras!”

“Duh… Kayak aktivis gender aja.”

“Lha, iyalah. Masa iya dong! Trus gimana dengan tiga orang perempuan dari kalangan berbeda itu?”

“Pertama adalah perempuan yang emang mau kuajak untuk menjadi orang baik-baik. Sebelumnya ia bekerja sebagai PSK dan menjadi primadona yang paling cantik di tempat itu. Dengan kuajak kawin, ia pun berhenti menjadi PSK. Dan si germo pun kehilangan salah satu tambang emasnya. Para lelaki hidung belang, yang selama ini jadi pelanggannya, juga kehilangan kesempatan untuk berzina dengan perempuan itu. Nah, itu perempuan pertama.”

“Ngaco, ngaco, ngaco! Kamu kok mau-maunya menikahi perempuan jalang kayak gitu?! Kena AIDS, baru nyaho!”

“Eit! Tunggu dulu! Perempuan itu harus lolos tes kesehatan dulu. Harus betul-betul bersih dari penyakit-penyakit begituan!”

“Mal, Mal! Kamu jangan hanya teori saja. Realistis, dong! Perempuan yang terbiasa ‘liar’ dan bercinta dengan banyak laki-laki, nggak mudah tiba-tiba menjadi perempuan baik-baik. Harus setia dengan seorang laki-laki. Tidak boleh tampil seksi. Wah, susah deh! Pasti pernikahan kamu dengan perempuan begitu nggak akan bisa bertahan lama.”

“Kamu jangan mendahului takdir Tuhan dulu, dong! Masak dibilangin pasti nggak bisa bertahan lama?!”

“Sorry, sorry! Maksudku, kemungkinan besar nggak akan bisa bertahan lama. Kan gini, Mal. Nabi kan ngajarin, kalo cari jodoh itu, yang paling penting lihat agamanya, akhlaknya. Lha ini? PSK! Kamu cari penyakit namanya!”

“Kan PSK-nya kutanyain dulu. Ada semacam kontrak politik dulu lah. Mau nggak dia berhenti dari kerjaannya menjual diri? Mau nggak dia insyaf dan jadi perempuan baik-baik?”

“Teori, Mal! Perempuan yang kerja gituan biasanya juga dapet lelaki hidung belang yang suka jajan. Lelaki yang dulu memang jadi pelanggannya. Lagian, kalo lelaki bener, mana ada yang mau jajan dengan perempuan gituan.”

“Lho, jangan underestimate, gitu. Kennedy kan seneng sama Maryln Monroe. Soekarno juga nikahin Dewi Soekarno yang sebelumnya bekerja sebagai geisha.”

“Meski tokoh pemimpin, tapi mereka kan emang dikenal suka main perempuan!”

“Kamu jangan sembarangan, ya. Aku laporin ke polisi, lho! Pencemaran nama baik! Ha..ha…”

“Trus, mau dilanjutin nggak dengan perempuan kedua dan ketiga?”

“Dengan sang PSK aja belum tentu kamu bisa bertahan, apalagi mau nambah dua perempua lagi. Sableng! Tapi, okelah. Terusin aja dulu.”

“Perempuan kedua adalah dari keluarga kaya. Pinter cari duit. Mandiri. Biar aku nggak repot ngasih makan dia. Malah dia bisa bantu aku!”

“Yee. Itu mah namanya cowok matre. Ke laut aje. Nggak modal! “

“Lho, matre gimana? Wong, aku juga kaya kok. Aku sebenarnya bisa aja ngasih makan dia.”

“Eh, Mal. Lagian mana ada perempuan kaya yang begitu bodohnya mau dipoligami?! Mending dia cari cowok brondong yang masih sendiri.”

“Ya, kali aja, ada perawan tua yang sukses atau janda kaya yang nggak kawin-kawin. Kan aku bisa menolong dia, to?”

“Udah, deh, Mal. Kamu jangan ngayal mulu! Poligami itu bukan dicari-cari. Bukannya sudah diniatkan dari awal. Tapi terjadi karena tuntutan keadaan. Dan yang penting, kita memang bisa bersikap adil. Susah lho poligami!”

“Siapa juga yang bilang poligami mudah!”

“Makanya, poligami itu perlu hati yang luas, lapang. Berjiwa besar. Bayangin, satu istri ngamuk pengen dibeliin rumah. Satu istri lagi ngambek karena merasa dicuekin. Yang satu lagi masuk rumah sakit karena pendarahan saat melahirkan! Satu lagi sedih karena anaknya habis nabrak orang. Waduh! Nggak kebayang repotnya!”   

“Emang jelas repot. Tapi insya Allah, aku sudah mempersiapkan diri.”

“Yang jelas, aku sulit percaya kalo kamu siap mental untuk poligami. Tapi penasaran juga, nih. Gimana perempuan yang ketiga?”

“Perempuan ketiga ini adalah dari kalangan intelek. Dia cerdas, meski nggak cakep. Kalo diajak diskusi politik, juga nyambung. Diajak ke acara seminar, juga bisa ngomong.”

“Tuh kan kamu tambah ngaco! Mana ada perempuan terdidik, pinter, mau dipoligami. Ngimpi kamu!”

“Lho, bisa aja kan?! Misalnya kalo ada cewek yang pendidikan tinggi, tapi jelek, akhirnya nggak laku-laku. Padahal umur sudah tua. Daripada nggak kawin-kawin, kan mending kawin ama aku: DR Jamal yang ganteng dan kaya. He..he…”

“Idihh. Narsis persis!”

“Pak! Makan siang dulu, tuh!” Terdengar suara perempuan menghentikan obrolan Jamal dan Hendra. Sesaat kemudian, Yulfi muncul masuk ke ruang tamu. “Udah disiapin hidangan istimewa untuk tamu istimewa.”

“Ayo, Hen. Kita makan,” ujar Jamal bangkit dari kursi lantas menggapai tangan Hendra.

“Ayo…” Hendra pun bangkit dari kursi.

Kedua sahabat itu lantas berjalan memasuki ruang makan diiringi Yulfi.

“Mbak Yul, katanya Mas Jamal sudah minta izin mau kawin lagi. Mbak Yul emang sudah ngizinin?” tanya Hendra sambil terus melangkah menuju meja makan.

“Bohong! Ngaco! Siapa yang ngizinin kawin lagi?! Awas, Bapak!” tegas Yulfi sambil merapat di samping Jamal.    

“Waduh!” teriak Jamal tiba-tiba saat sebuah cubitan keras Yulfi mendarat di pinggangnya.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

34 Komentar

  1. hahaha
    kalo punya uang berlebih ya jangan pelihara istri kenapa?
    pelihara tuh anak yatim dan anak terlantar
    lebih besar pahalanya…. menurut saya.

    EM

    He…he… Namanya juga pikiran iseng si Jamal, bukan saya lho, Bu. (Sorry, buat yang namanya sama. Ini bener-bener fiksi, lho)

    Betul, Bu. Membelanjakan kelebihan harta demi menolong anak yatim dan terlantar tentu besar pahalanya. Poligami emang beresiko tinggi. Saya juga tak berniat melakukannya. Tapi istilahnya kok sadis banget sih, Bu: “Pelihara istri”. Ntar dimarahin, aktivis gender, lho.

  2. Jangan-jangan cerita itu ungkapan “jamal”mu ya …

    Weh, kok saya yang dicurigai, sih? Nggak kok, Mas Jayadi. Cerita itu memang fiksi, tapi juga bukan ungkapan “Jamal”-ku. Cerita itu terinspirasi saat seorang teman yang telah sukses di Jakarta datang ke rumah dan bilang mau poligami. Trus bla…bla…

  3. jangan-jangan ini obsesi pak racheedus nih. awas lho pak, tulisan ini dibaca sang istri, bisa barabe nanti. he he….

    Mungkin juga obsesi Pak Zul. Ha….ha…. Tapi, bener, kok. Cerita ini justru saya buat untuk seorang teman yang ngebet mau poligami. Tapi, saya tahu, dia tidak mendapat izin dari sang istri.

  4. hehehe
    hikmah dengan kemasan lucu menyegarkan

    ehm, moga kelak ada perempuan2 yang ikhlas dan laki2 yang sunguh2

    🙂

    Makasih, Kang Achoey.

    Saya yakin ada yang seperti itu: perempuan ikhlas dan lelaki adil bertanggung jawab. Meski memang sulit menemukannya.

  5. wakakaka … lelaki macam jamal mewakili naluri semua lelaki, mas rache, hehehe … konon setiap lelaki pinginnya sih ngawini banyak perempuan. tapi repotnya, naluri semacam itu ndak semuanya bisa tersalurkan. ada batasan2 norma dalam kehidupan berumah tangga,, kapan saatnya berpoligami dan kapan mesti setia pada satu istri. tapi lelaki macam jamal kayaknya tipe lelaki yang suka ndobos. katanya dah izin sama sang istri. eh, napa istrinya bilang ndak? payah!

    Wah, jadi berpoligami memang naluri laki-laki, ya, Pak? Kayaknya, emang bener. He…he…. Namun tepat sekali pendapat Pak Guru, naluri itu tak selalu disalurkan karena dibatasi oleh berbagai hal, termasuk kemampuan laki-laki itu sendiri.

    Lelaki seperti Jamal itu memang suka ndobos. Dan yang sering berpoligami itu justru laki-laki yang pinter ndobos. Ha…ha…. Akhirnya, jadi nggak karu-karuan.

  6. duh bisa dikait-kaitkan dengan politik juga ya, ancur minah…
    sekarang poligami resikonya nyawa, bisa di dor, hahaha…. memang perempuan sekarang juga sudah paham taktik laki-laki pula, apalagi komunikasi sudah mudah kayak gini, mending kata ikyu san yang langsung to the bolpoint jiahaha….

    meski begitu lucu dan segar tulisanmu mas…

    Poligami yang beresiko nyawa itu karena memang dilakukan dengan cara yang tidak terhormat, dengan nikah sirri, tanpa sepengetahuan istri tua, tanpa izin pengadilan. Akhirnya, ya, gitu, deh.

  7. Wah ini .. Jamal yg asli datang hehehhee. di tunggu yulfi nya aja untung pers conference hehehhee.
    Saya kira tidak ada masalah dg kriteria diatas pak. toh motifnya bukan sekedar biologis. tapi sebuah “negara” yg makmur dan sejahtera, dan mungkin bisa menghidupi banyak fakir miskin dan anak terlantar yg di telantarkan negara.
    seandainya 1 keluarga “mampu” membantu 1 keluarga tidak mampu maka kemiskinan di negeri ini akan jauh berkurang.

    Waduh, Mas Jamal datang beneran (Ngumpet di mana, ya? Sorry, Mas, namanya kupinjem nggak izin. Ntar saya juga bisa disambit nih sama Uni Yulfi)

    Kalau memang betul-betul meniru poligami sesuai sunnah Rasul, mestinya memang bukan karena faktor biologis. Betul sekali, agar tercipta “negara makmur dan sejahtera”.

  8. hehe…kang Jamal ada disini juga ya…
    Emang bener Mal…punya istri 2 emang enak…palagi lebih dari 2, bosen yang satu nyebrang ke yang lain…, variasinya banyak..
    wakakak….

    Mas Tuyi, poligami emang enak dibayangin. Tapi belum tentu enak dilakoni. Banyak hal yang harus dipertimbangkan agar poligami tidak berbuah petaka dan dosa.

  9. Duh mimpinya kok melambung ke hal jelek sih?
    Sebetulnya kesalahan poligami karena ada perempuan yang mau di poligami juga.
    Kalau tak suka ya berpisah aja…..apalagi zaman sekarang, jika saya bertanya pada anak buahku yang melajang, apakah dia tak ingin menikah?

    Jawabannya…”Memangnya menikah itu harus bu, ” jawabnya….benar juga sih, kalau tak ketemu yang cocok kenapa mesti harus? Gaji dia cukup besar, punya kedudukan, rumah, mobil…dia bisa membagi hartanya ke panti asuhan, punya beberapa anak asuh.

    Poligami sebenarnya tidak jelek, Bu, jika memang mampu dan dilakukan sesuai norma dan aturan yang ada.
    Penyelewangan praktek poligami itu karena sang lelaki sebenarnya tidak memiliki kemampuan untuk berpoligami dan juga tidak mengikuti norma dan aturan yang mengatur poligami. Ditambah lagi, ada saja perempuan yang mau dijadikan istri kesekian, meski sekedar jadi istri simpanan melalui nikah sirri.
    Saya kok kurang setuju, jika tidak suka lantas solusi pisah saja. Perpisahan adalah jalan terakhir, setelah upaya rekonsiliasi maksimal menemui jalan buntu.
    Hidup melajang adalah pilihan yang arif jika memang dengan menikah kemungkinan besar seseorang tidak mampu melakukan kewajiban sebagai suami atau istri, karena disfungsi seksual, misalnya.
    Tapi, jika sudah memiliki kemampuan untuk menikah, pilihan melajang adalah sesuatu yang tidak bijak, suatu tindakan yang terkesan menghindari tanggung jawab. Alih-alih karena hanya tidak mau, membujang agar fokus beribadah saja adalah sesuatu yang dilarang. Wallahu a’lam.

  10. ngomongin poligami seru juga ya… aku belum pernah bahas sama sekali 🙂

    Emang seru, sih. Wong, para petinggi negeri ini juga banyak yang diam-diam poligami. Kalau malu poligami, parahnya, malah berselingkuh ria.

  11. Yahhh si jamal bohong nih, si yulfi tak ngizinin dia… hahaha.. tapi asyik juga ya kalo punya 4 istri yang berasal dari berbagai kalangan. hahaha

    Yeee, jangan mikir asyiknya doang, Catra. Pikirin juga gimana repotnya ngatur giliran, dll.

  12. menentukan poligami atau tidak itu bukan hal yang gampang, harus bisa menanggung beban rumah tangga yang berat. Beban rumah tangga inilah yang sering dilupakan oleh kebanyakan orang sehingga dengan mudahnya melakukan poligami.

    Betul, beban beratnya itu yang sering dilupakan. Mikir asyiknya doang, sih.

  13. 😀

    Berhubung di rmh itu TV dikuasai oleh ibu bapak yang hampir tiap malam nonton sinetron Inayah :D, pernah suatu kali ibu nyeletuk pas sinetron tersebut: ‘Puyeng juga ya punya istri banyak, yang satu pengen ini, yang satu lagi pengen itu, yang satu minta ini, yang satu lagi minta itu’, saya balas jawab, ‘Iyalah, satu aja puyeng, apalagi kalo udah ada maunya, apalagi ada lbh dari satu coba’.

    Beberapa kyai di daerah Tangerang yang saya kenal pun tidak mempraktekkan poligami, pdhal kalau mau jujur semestinya merekalah yang kemungkinan besar memenuhi syarat untuk melakukan poligami. Mampu bersikap adil dan amanah terhadap anak2 dan istri2 mereka. Tapi seperti itulah kenyataannya, ternyata mungkin saja mereka pun masih merasa belum siap untuk menikahi lebih dari satu orang istri. Apalagi kita coba 😀

    Betul, Kang Ja’far. Hanya orang-orang istimewa yang mampu melakukan poligami sesuai dengan tujuan syara’.

  14. wakakakaaakkk… mas ochiiiiddd!!!
    malah nyatut nama orang!
    tapi gpp ding, abis yulfi di cerita ini dibilang cakep selangit dan alim pula.
    huehehe…
    baru ini lho baca fiksinya mas ochid. ternyata njenengan oke juga nulis prosa. mau dong sering-sering baca karya fiksi mas ochid.

    @jamal:
    awas kalau berani poligami lu! tonjok!

    Syukur deh, kalau gpp. Kan Uni juga suka nyatut nama orang. He…he…
    Gini enaknya di fiksi. Bisa nyiptain tokoh yang cuaantik. Meski aslinya … ya emang cantik, sih.
    Ah, tulisan fiksi Uni lebih wokeh.

  15. Waduh…tiwas serius bacanya. Kirain tadi apa yang diungkapn Jamal bener-2 akan terealisir. Pengen tau hasil pernikahannya. Lha kok dia belom dapat ijin dari bu Yulfi.
    hehe…ketipu neh….

    Kan saya ketularan Bendol suka humor. Ketipu? Syukurin!

  16. Bang Ochid, tolong bilang ke si Jamal … kalo mau poligami sana sama nenek-nenek dan janda-janda … dan juga lakukan cuma bila si Yulfi sebagai istri pertama sudah meninggal ..

    Dasar lu, Mal … udah punya istri cantik dan alim (dokter pula, ups!) masih mau poligami .. huhh …

    😀

    Iya, tuh, si Jamal. Maksa deh. Tapi kalau kata Pak Sawali, naluri laki-laki memang cenderung mau poligami.

  17. Hemm, coba membayangkan sekian perempuan (termasuk istri) bersepakat untuk poligami. Mereka bersepakat untuk saling memberdayakan via poligami. Menurutku itu sehat jika mereka semua setuju. Tapi apa bisa (mungkin)? He he he…

    Mungkin saja terjadi, tapi tentu sulit. Hanya laki-laki dan perempuan istimewa yang betul-betul bisa menjalani poligami sesuai dengan tujuannya yang mulia.

  18. Huaa…ceritanya kocak Pak. Biarpun nama tokoh dicerita ini hanya fiktif, kok saya mbayangkan Jamal itu ya Pak Ochid dan Yulfi itu ya mba dokter yulfi 🙂

    Syukur deh kalau bisa menghibur.
    Tapi, jangan dibayangin Jamal itu saya lho. Nggak enak sama si Uni Dokter. Ntar saya dicubit beneran. Hua…ha…

  19. enak mana ya poligami ma selingkuh

    Poligami yang dilakukan oleh orang mampu dan berilmu serta sesuai dengan etika, norma, dan hukum yang ada, tentu lebih enak daripada selingkuh. Tapi, ngomong-ngomong, apa enaknya sih selingkuh?

  20. salam pak rashid…
    rupanya para sahabat hadir semua…
    gabung juga aahhh.., ikutan nongkrong disini…

    poligami…
    satu aja gak abis2…
    ngurusnya juga sama sekali gak mudah…

    mbayanginnya aja dah pusiiiiing…

    Salam juga, Itempoeti.
    Dengan senang hati, jika sudi nongkrong bareng di sini.

    Betul, satu aja nggak habis-habis, kok pengen banyak-banyak? Manusia emang jarang syukurnya. Baru ngebayangin aja sudah pusing, apalagi kalo sudah menjalaninya.

  21. Pak, kadang memang yang dihalalkan malah menuai kecaman
    Yang haram, eh malah dibiarkan
    Lucu ya 😀

    Di tengah masyarakat yang sakit, yang halal bisa jadi seolah haram; yang haram bisa jadi seolah halal. Aneh bin ajaib memang.

  22. Saya memang sepakat perempuan mana yang rela membagi kasihnya…( aduh bohong itu teh ninih…he he ).
    * masalah syariat, ya saya no comment,

    Kayaknya, emang udah dari sononya, perempuan pasti sulit untuk rela berbagi kasih. Justru karena sulit itulah, hanya perempuan istimewa yang “rela” melakukannya. (Teh Ninih bohong? Wah saya juga no comment, deh).

  23. hmmm, sebenernya ga masalah c poligami. sahabat saya di dunia maya juga cerita klo istrinya ngijinin utk poligami.
    hanya saja, poligami bukan utk sekedar main2. setiap perbuatan tentu ada konsekuensinya. mereka yg memilih poligami (seharusnya) sudah memiliki persiapan yg matang sekaligus siap menghadapi konsekuensinya…

    Betul, Mas Bayu. Poligami jelas bukan untuk sekedar main-main. Sayang sekali, banyak orang yang berpoligami justru seperti mempermainkan perempuan.
    Terima kasih sudah mampir.

  24. @jamal el ahdi:
    hati-hati kalau mau kawin siri(h) lho, ntar buah semangka daunnya beda lagi. huehehe…

    @muzda:
    fiksiiiiii….!!!
    ya ampuuunn…

    Buah semangka berdaun sirih itu hasil penemuan Broery Pesolima lho. Bu. Hanya ada di Indonesia. Mungkin sudah masuk rekor dunia. Hi…hi….

    Iya, tuh, Bu. Muzda masih ngeyel aja. Yulfi yang istri Jamal kan bukan dokter, tapi santri yang alim dan cantik (walah!).

  25. maaf, ikutan ngomentarin.

    menurut agama, poligami itu memang boleh. tapi ada aturannya juga. di antaranya ga boleh mendzalimi pihak wanitanya.

    biarpun istri pertama udah mengizinkan, siapa yang bisa menjamin di dalam hatinya dia tidak merasa tersakiti?

  26. Hii…. buat yang lagi manyun, buat yang lagi senang, buat yang lagi mau berbagi daaaannnn yang hobby belanja… mampir yuk ke http://www.ipopscollections.com

    Kamu bakal dapat Jam Tangan Branded, TAS BRANDED dengan berbagai merek kayak: Louis Vuitton, Gucci, Chanel, Hermes, Burberry, Prada, Tod’s dll…

    Harga Murah Abiesss 🙂

    CU There,
    Poppy

    Terima kasih, Poppy. Barang-barang itu masih terlalu mahal menurut ukuran kantong saya.