Memprotes Tuhan: Sebuah Refleksi

Ngapain sih Tuhan repot-repot menciptakan aku? Kan aku nggak pernah minta diciptain? Apalagi terlahir dari keluarga kere kayak kini! Pengennya sih aku terlahir dari keluarga konglomerat. Biar nggak sengsara kayak sekarang. Biar aku bisa beli Ipad versi terbaru!” Demikianlah, ungkapan memprotes Tuhan seperti di atas sering terlintas di benak banyak orang, termasuk diriku sendiri. Bahkan protes seperti itu juga sudah dimulai sejak dulu. Saat itu, para malaikat memprotes kebijakan Tuhan untuk menciptakan manusia.

“Lho, ngapain sih Tuhan mau menciptakan manusia?! Mereka kan nantinya hanya bisa bikin ribut dan pertumpahan darah saja di dunia? Pembunuhan massal di mana-mana?! Apa nggak cukup nyiptain kami saja, para malaikat? Kami kan taat pada-Mu.” Demikian protes para malaikat dengan sengit terhadap Tuhan.

Bacaan Lainnya

“Udah, deh! Nggak usah protes! Aku paling tahu apa yang kulakukan. Kamu nggak ngerti yang sebenarnya,” jawab Tuhan membungkam protes para malaikat itu.

Namun jawaban Tuhan seperti itu tak jua membungkam protes orang yang hidup di kemudian hari. Waktu demi waktu berlalu dan berbagai persoalan datang silih berganti. Orang-orang menjalani hidup dengan segala pernak-perniknya hingga suatu saat tersudut dalam berbagai persoalan. Saat itulah, protes terhadap Tuhan pun bermunculan.

“Selaksa doa penjuru dunia, mengapa tak robah bencana?!” demikian protes Iwan Fals dalam lagunya, Etiopia, saat terjadi bencana kelaparan di negara itu dan banyak negara lain di benua Afrika.

Seberapa pun kerasnya manusia memprotes terhadap Tuhan, tidak berkurang sedikit pun kekuasaan-Nya. Tuhan tetaplah ada dan hidup meski Friedrich Nietzsche menganggap-Nya telah mati. Tuhan tetaplah Maha Kuasa dan mengatur dunia meski Karl Marx dan Jean Paul Sartre tidak mengakui keberadaan-Nya. Bahkan para filosof atheis itu kini sudah mati, namun Tuhan tetap ada dan dipercayai keberadaan-Nya oleh miliaran manusia di muka bumi ini.

Ilmu, keadilan, cinta, kasih sayang, dan kekuasaan Tuhan adalah tak terhingga. Begitu luas dan dalam. Bahkan tak jua cukup andai seluruh samudera menjadi tinta untuk menuliskan ilmu Tuhan. Aktivitas Tuhan dan segala sifat-Nya yang maha tak akan bisa dibatasi oleh pikiran dan logika manusia yang notabene ciptaan Tuhan sendiri.

Tuhan tak pernah capek, repot, atau mengantuk dalam menciptakan dan mengurus seluruh alam semesta. Andai Ia capek, repot, atau mengantuk, tentu sudah dari dulu alam semesta ini hancur berantakan. Andai Tuhan tidak memiliki peran dan hanya “berpangku tangan”, sejak dari dulu bumi ini hancur dilanda peperangan dan berbagai bencana alam.

Lantas, apa tujuan Tuhan menciptakan manusia dan alam semesta ini jika hanya akan menciptakan manusia yang sering membangkang pada-Nya dan alam semesta yang sering kali ditimpa bencana yang begitu memilukan? Tentu saja yang paling tahu adalah Tuhan sendiri. Namun Ia pun tak membiarkan manusia terus berada dalam kebingungan. Ia memberi petunjuk lewat kitab suci dan para Nabi-Nya.

Manusia diciptakan oleh Tuhan agar kelak manusia bisa mengenal, mempercayai, dan menyembah pada-Nya. Manusia diberi kesempatan oleh Tuhan untuk menjadi wakil-Nya di muka bumi. Menjadi wakil tersebut berarti manusia diberi kesempatan dan kemampuan oleh Tuhan untuk ikut serta menjaga dan mengatur dunia sehingga menjadi lebih baik.

Tentu saja bukan berarti Tuhan tidak mampu sehingga Ia mengutus wakil-Nya di muka bumi ini. Tentu saja bukan berarti Tuhan ingin disembah sehingga Ia menciptakan manusia. Tanpa menciptakan manusia pun, tanpa disembah oleh siapa pun, Ia tetaplah Tuhan yang Maha Kuasa. Ia tidak membutuhkan apa pun dan siapa pun. Ia tidak tergantung oleh apa pun.

Justru makhluk yang membutuhkan-Nya. Manusia menemukan kebahagiaan yang hakiki dengan mengenal, mendekati, dan mencintai-Nya. Tuhan menciptakan manusia sebagai bentuk kasih sayang-Nya kepada manusia agar manusia bisa menikmati berbagai anugerah hidup yang tak terhingga. Saat manusia berupaya menjadi makhluk dan wakil Tuhan yang terbaik di muka bumi, tak pelak kebahagiaan dan ketenteraman hidup di dunia dan akhirat adalah ganjaran yang pasti ia terima.

Mari kita buat ilustrasi. Ada seorang raja yang sangat berkuasa, adil, dan penyayang terhadap rakyatnya. Ia memiliki banyak pembantu. Suatu hari, ia memanggil seorang pembantunya dan memberinya sejumlah uang yang cukup besar.

“Tuanku Raja, saya tidak meminta Tuanku memberi saya uang ini,” ucap sang pembantu dengan nada jumawa. “Saya tidak membutuhkannya.”

“Kamu ini kok sombong sekali?!” seru sang raja murka. “Saya memberikannya kepadamu karena saya tahu persis, anak dan istrimu membutuhkan uang untuk keperluan sehari-hari. Saya memberikannya kepadamu karena saya sayang padamu, bukan karena mencari simpati padamu. Hartaku tidak akan habis hanya karena memberimu uang ini. Kekuasaanku juga tidak berkurang hanya karena kau menolak pemberianku.”

Seperti itulah ilustrasi sebagian manusia. Masih saja ada manusia yang tak (atau belum) bisa melihat anugerah dan kasih sayang Tuhan, sehingga justru mempertanyakan maksud Tuhan menciptakan dirinya. Jika manusia sudah jumawa dan merasa tak memerlukan Tuhan lagi, tunggu saja kesengsaraan dan penderitaannya. Nietzsche yang telah “membunuh” Tuhan, justru meninggal dalam kondisi gila. Karl Marx menjalani sisa hidupnya sebagai gelandangan yang tersia-sia. Di akhir sisa hidupnya, Sartre sangat tergantung dengan obat penenang hingga ia meninggal dengan penyakit paru-paru yang menggerogoti tubuhnya.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

19 Komentar

  1. bersyukur dan jangan pernah nolak rejeki.
    pasti ada hikmah dan maksud tuhan di semua kejadian dalam hidup 😉

    Bahkan Tuhan berulang-ulang kali menyatakan dalam QS ar-Rahman, “Anugerah mana lagi yang kau ingkari?”

  2. Memprotes tuhan ?
    bahkan memprotes, mengakui saja sulit untuk menjelaskan.
    saya pernah diskusi keberadaan Tuhan dg theis,atheist,agnostik dll dg menggunakan logika sampai dg ilmu pengetahuan betapa sulitnya hal itu.

    Memang tidak mudah meyakinkan tentang keberadaan Tuhan kepada atheis dan agnostik. Namun Jeffrey Lang, seorang muslim dan pelaku tasawuf di Amerika, pernah menjelaskan hal itu dengan cukup bagus dalam sebuah bukunya. Sayang, saya lupa judulnya.

  3. Tadinya kaget saat baca judulnya…
    Ternyata …adalah bagaimana kita sebagai manusia lebih memahami Nya dan selalu bersyukur atas karunia yang telah diberikan kepada manusia.

    Judulnya memang sengaja agak provokatif, Bu. He…he…

  4. intinya adalah syukur nikmat, bukan, mas rashid?
    kalau manusia sudah kehilangan rasa syukur, maka pastilah akan sedikit sekali nikmat tuhan yang dapat dinikmatinya.

    renungan yang bagus, mas. lagi kepengen beli ipad, ya? hehe… saya doakan segera dapat deh.

    Betul, Uni. Intinya, memang syukur. Sebagaimana kita perlu berterima kasih saat diberi oleh orang lain. Apalagi terhadap-Nya yang pemberian-Nya yang tak terhitung.

    Beli Ipad? Pengen sih. Tapi tahu, diri kok. Yang penting bisa mengikuti jejak Uni aja dulu berziarah ke Tanah Suci. Itu sudah lebih dari cukup buat saya.

  5. Caramu dahsyat
    Judulnya membuat dahi berkernyut

    Manusia yang cerdas adalah mereka yang senantiasa pandai bersabar dan bersyukur.

    Dahsyat, gimana, Aa? Hmm, biasa aja kayaknya.

    Semoga kita termasuk orang yang cerdas itu, Aa.

  6. Jadi inget neh.
    Bendol punya temen, dulu dia pernah “ekonominya drop”, Bendol sempet kasihan ma dia. Tapi kini dia menjadi sukses dan kaya, Bendol jadi ngiri hehe…
    Tapi Bendol gak protes ma Tuhan.
    Takut kuwalat
    Kita syukuri aja apapun pemberianNYA. Yang penting berusaha dan berdoa selalu
    hehe….
    Salam

    Iyalah, Mas Bendol. Tetap berusaha dan berdoa. Tuhan juga Maha Adil dan Maha Pemurah untuk memberikan kepada siapa rezeki yang akan Ia berikan. Rezeki tidak akan pernah tertukar. Mungkin pandangan kita saja yang terkadang masih belum mengetahui hikmah dan hakikat sebenarnya.

  7. Berarti harus kembali kepada sangkan paran, asal usul dan tujuan pembentukan manusia. kalau sudah paham tentang itu maka tidak ada lagi protes kepada Tuhan.

    Betul, Pak Mandor. Jika orang sudah mengetahui asal usul dan tujuan hidupnya, insya Allah ia tidak akan protes kepada Sang Pemilik Hidup.

  8. Topik yang menarik : untuk apa Tuhan menciptakan manusia, wong manusia sendiri tidak pernah minta diciptakan? Ini hampir sama dengan pertanyaan : mengapa kita dilahirkan oleh orang tua kita, padahal kita tidak pernah minta dilahirkan?

    Sayangnya, penjelasan Mas Rashid belum cukup memuaskan saya. Bagi mereka-mereka yang kurang beruntung, dan hidupnya tidak bahagia, memang pertanyaan di atas sangat mungkin muncul. Dan jawaban : “kita harus bersyukur atas apa pun yang dikaruniakan Tuhan” ada kalanya tidak mudah diterima.

  9. Jika akal yang dikedepankan tentu kita akan memprotes segala sesuatu yang dirasa belum masuk ke dalam pemahaman kita.

    Allah telah memberikan manusia, hati agar bisa mengenali dan dekat dengan-Nya. Dengan hati manusia tidak akan menjadi seorang hamba yang banyak memprotes hakikat ciptaan Tuhan karena dia yakin bahwa segala yang diciptakan oleh-Nya itu tidak ada yang sia-sia.

  10. Sebagai makhluk ciptaan Tuhan dan kita yakin dengan akidah yang dimiliki, cukup kita berserah diri dan bersyukur aja, kita nggak punya hak memprotes, hanya Dia yang tahu untuk apa kita ada. Semua terserah Dia, kita mau diapakan, itu saja…!!!! Dalam agama, nurani kita yang bicara.

  11. Bersyukur itu terkadang mudah kita ucapkan…namun mengamalkannya dalam wujud nyata..serasa memikul beban yang teramat berat.
    BTW judul “Memprotes Tuhan” membuat saya teringat akan usul nyleneh salah seorang temen kuliah kepada temen yang lain( saat itu mereka lulus kuliah dan bertahun-tahun belum dapat kerjaaan…apalagi jodoh..he3x.). Usul temen itu : buat aja spanduk/poster tulisi dengan tulisan protes kepada Tuhan……kemudian kamu tengadahkan ke langit…Niscaya petir akan menyambarmu…. Tenyata itu tak terjadi…Tuhan tidak sekejam itu..Dia tetap maha Rahman dan Rahim….

    Makanya, saya meyakini bahwa Tuhan itu tidak pendendam dan kejam. Andai semua protes makhluk-Nya Ia balas, sudah rusak alam semesta ini.

  12. Aku juga pernah bertanya tentang arti hidupku mas. Di depan cermin. “Wahai diriku siapakah kau ini? Untuk apa sebenarnya kau diciptakan? Menjadi bagaimanakah seharusnya dirimu? Maka ketika adzan tiba2 berkumandang, aku tahu bahwa tujuan aku diciptakana adalah untuk menyembah-Nya dan memakmurkan bumi ciptaan-Nya.

    Tampaknya Tuhan masih sayang sama Mas Hanif sehingga segera mengingatkan saat pertanyaan itu muncul.

  13. Tanaman ini cukup menggelitik, menjawab pertanyaan: kenapa muncul protes pada Tuhan yang Maha Segala? sampai pembahasan lebih jauh, menyoal Eksistensi Tuhan.
    Tapi agaknya Tanaman ini diakhiri dengan warna yang kurang melegakan: karena kurang proporsional dalam menilik riwayat hidup Filsuf-filsuf besar yang pernah terlahir di dunia ini, terutama para filsuf yang berpaham Atheis dan Anti-theis; yakni dengan tanpa pembahasan yang paripurna atas pikiran2 mereka dan atas pilihan hidup mereka. Menurut saya dengan menghormati pikiran dan pilihan hidup mereka yang berpaham atheis sekalipun, Tuhan tetap Maha Agung dengan segala keberadaanNYA

  14. Hmm… semua orang pasti tau tujuan penciptaan manusia adalah hanya untuk ibadah kepada Allah SWT…
    Tp bagaimanakah cara menjalankan ibadah itu? masi banyak lho yang “setengah-setengah” atau “tawar menawar” dalam beribadah… apakah itu termasuk “PROTES PADA TUHAN” ???

    Mungkin saja, Mas Rosendi, hal itu termasuk protes terhadap Tuhan. Tapi hidup memang perjalanan panjang menuju kesempurnaan yang hanya milik-Nya, termasuk sempurna dalam menyembah-Nya.