Mbah Surip: Ada Duka di Balik Tawa

Mbah_Surip Tak ada yang abadi di dunia ini. Semua yang bernyawa, cepat atau lambat, pasti akan menemui suatu peristiwa yang tak bisa ia hindari, yaitu kematian. Tak terkecuali, Mbah Surip, penyanyi reggae yang sedang berada di puncak popularitasnya dengan lagu hits Tak Gendong. Pria yang bernama asli Urip Akhmad Ariyanto itu menghembuskan nafas terakhir di rumah Mamiek Prakoso, pelawak Srimulat, pada Selasa (4/8) pukul 10.30 WIB.

Keputusan Mbah Surip untuk hidup sebagai seniman jalanan memang bisa dirunut dari masa lalunya. Ia terlahir sebagai anak yatim dan harus berjuang keras untuk mempertahankan hidup sejak masa kanak-kanak. Sejak kecil, ia harus membantu ibunya berjualan di pasar sejak pagi dan baru pulang ke rumah pada pukul jam 9 malam. Kerasnya kehidupan membuat ia juga terbiasa dengan kehidupan jalanan yang keras.

Bacaan Lainnya

Meski hidup serba kekurangan, Mbah Surip yang lahir pada 6 Mei 1957 memang bukan sosok yang pantang menyerah. Ia tetap menyelesaikan pendidikannya sejak SD hingga perguruan tinggi. Ia meraih gelar insinyur Teknik Mesin dari Universitas Sunan Giri Cabang Mojokerto pada tahun 1979. Konon, ia juga memiliki gelar doktorandus dan MBA.

Sebagai seorang sarjana teknik mesin, Mbah Surip pernah mengadu nasib dengan bekerja di pengeboran minyak dan tambang berlian di berbagai negara, seperti Kanada, Texas, California, dan Yordania. Tak heran, ia lancar berbicara bahasa Inggris walaupun dengan dialek Jawa-nya yang tetap kental. Meski pernah melanglang buana ke berbagai negara, akhirnya Mbah Surip kembali ke Indonesia.

Keputusan untuk kembali ke Indonesia dan melepaskan pekerjaannya di pengeboran minyak di Amerika Serikat, diambil Mbah Surip setelah ia mendapati sang isteri, Minuk Sulistyowati, telah bersama lelaki lain. Pengorbanan dan kerja kerasnya di negeri orang justru dibalas dengan pengkhianatan. Kenangan pahit ditinggal sang istri yang telah memberinya 4 anak itu begitu menorehkan luka dalam di hati Mbah Surip. Ia sempat menangis saat melepaskan sang istri dari pelukannya. Kala itu, sang istri datang ke rumah orang tua Mbah Surip bersama lelaki lain.

Bersama hati yang hancur luluh lantak, pada tahun 1989 Mbah Surip nekad meninggalkan keluarganya dan pergi ke Jakarta dengan hanya mengayuh sepeda! Di Jakarta, awalnya ia bergabung dengan anak-anak jalan di pasar kaget Blok M. Selanjutnya, ia pun menjalani gaya hidup hippies. Ia berkumpul dengan berbagai komunitas seniman, seperti di Bulungan dan Taman Ismail Marzuki. Ia pun dekat dengan komunitas Bengkel Teater pimpinan (almarhum) WS. Rendra.

Sebelum Mbah Surip meninggal, ia sempat menengok WS. Rendra yang masih sakit. Saat itulah, ia mengutarakan keinginannya untuk dimakamkan di pemakaman seniman di Bengkel Teater. Ternyata keinginannya itu merupakan sebuah isyarat menjelang kematiannya. Tak lama kemudian, Mbah Surip pun dipanggil oleh Sang Kuasa, dan ia pun dikuburkan di pemakaman di Bengkel Teater, Depok, Jawa Barat. Tak dinyana, WS Rendra, dua hari kemudian, (6/8) menyusulnya ke alam baka. Tak pelak, kedua sahabat itu pun dikuburkan berdekatan.

Mbah Surip adalah cermin sebuah gaya hidup yang penuh resiko. Bebas dan tak sudi terikat. Menjalani kehidupan sebagai seniman jalanan memang bukan pilihan mudah. Menghisap rokok kretek berbungkus-bungkus dan meminum kopi berpuluh gelas dalam sehari. Sungguh bukan sebuah gaya hidup sehat yang tak layak dicontoh. Namun bagaimanapun, Mbah Surip telah memberikan teladan tentang kerja keras dan kesederhanaan. Di sisi lain, di balik tawanya yang lepas dan gaya omongnya yang terkadang agak ngawur, Mbah Urip ternyata menyimpan luka hati yang dalam. Selamat jalan, Mbah. I love you full.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

7 Komentar

  1. Agar Awet Muda, Perbanyak Kopi Kurangi tidur Ha Ha Ha begitu saran mbah surip, Sebenarnya Kurangi tidur banyak bangun malam kunci awet muda dan awet iman hehehehhe.

    Betul, Mas Jamal. Memang, salah satu wejangan Syekh Abdul Qadir Jaelani, kurangi tidur, banyak bangun malam. Hm…. saya sendiri masih suka molor. Wakkakakk…

  2. ah, tak kenal maka tak sayang.
    tak dinyana, tokoh yang saya kenal (baca: tau, lihat dan dengar) justru setelah berita kematiannya ini telah membuat saya kagum. hm… saya kemana saja, ya? *dasar.marshmallow.kuper.com*

    mbah surip, i love you full for the lesson you’ve shown me.

    Uni, jalan-jalan terus, sih. Jadi, nggak kenal sama Mbah Surip yang fenomenal.

  3. Satu hal yang diwariskan dari Almarhum adalah kepolosan dia yang jika bertutur apa adanya dan mampu menghibur setiap orang yang diajak bicara.

    Mungkin para elit politik dan para pejabat serta pemimpin di negara ini perlu mengambil sedikit sifat kepolosan almarhum sehingga tidak terlalu sibuk menjaga ‘imej’ di hadapan publik karena khawatir akan luntur citranya.

    Menjaga imej bagi para pejabat publik adalah salah satu bagian dari strategi politik juga, strategi untuk mempertahankan kekuasaan.

  4. I love you full… hahaha
    Konsisten dengan jalan hidup yang dia pilih… Itu yang paling saya kagumi dari si Mbah.

    Mungkin kita ngga tau konflik bathin apa yang dihadapinya dan pengorbanan apa yang ia lakukan untuk mempertahankan konsistensinya itu, yang jelas… at the end of his life, he passed away wealthy…and hopefully, peacefully 😀

    Mempertahankan konsistensi memang tidak mudah. Banyak konflik dan pengorbanan yang harus dijalani. Dan Mbah Surip telah berhasil mempertahankan konsistensinya. Selamat jalan, Mbah.

  5. Mendengar berita kematian mbah, membuat saya tidak percaya.. Soalnya ketika mendengar berita itu saya sedang berada di filipin (sampai sekrang).. Tapi ketika mencoba mencari berita tersebut, akhirnya saya hanya bisa mengucap Innalillahi wa innailahi rajiun..

    Salut, Kagum, ah ga dapat berkata apa-apa lagi..

    Tambah salut saya ketika beliau menjadi salah satu berita di CNN beberapa hari setelah kematian beliau..

    I love you full

    Terkadang kebesaran seseorang justru kita ketahui setelah ia meninggalkan kita semua.

    Aman di Filipina, Uda Soni? Selamat menjalankan ibadah puasa di negeri orang.