Koalisi, Kuali Siti, dan Kok Lali Sih

Hiruk-pikuk dunia persilatan politik Indonesia membuat Mbah Jambrong angkat celana bicara. Saat para elit politik sibuk beranjangsana dan beranjangsini untuk membangun koalisi, Mbah Jambrong juga mengeluarkan pendapat bak seorang pengamat politik top markotop.

Seperti wangsit yang diterima Mbah Jambrong dari Gunung Kawi, koalisi yang ramai dilakukan oleh para pimpinan parpol itu tak ubahnya kuali Siti. Anda tahu Siti? Ia adalah pembantu Mbah Jambrong yang memiliki kuali khusus untuk memasak ramuan yang diminta sang majikan. Ramuan itu biasa diberikan Mbah Jambrong kepada para pasiennya yang rata-rata para pejabat. Para pasien itu meminta jasa Mbah Jambrong agar menang dalam perebutan kursi, bangku, atau dingklik kekuasaan.

Bacaan Lainnya

Nah, dalam kuali Siti itu dimasukkan bermacam-macam ramuan. Ada yang berwarna merah, biru, kuning, hitam, oranye, dan lain-lain. Walhasil, ramuan itu pun menjadi campur aduk. Tak ada lagi warna yang dominan. Bagi mereka yang fanantik ramuan berwarna tertentu, bersiaplah untuk kecewa. Karena kuali Siti memang lebih mementingkan hasil. Apapun warna ramuannya, yang penting cespleng untuk membuat para pasien Mbah Jambrong berhasil menduduki kursi kekuasaan.

Koalisi juga berarti “kok lali sih?” Dalam bahasa Jawa, lali berarti lupa; dalam bahasa Banjar berarti pikun. Nah, para pimpinan parpol yang berkoalisi itu sering lupa atau berlagak pikun dengan suara konstituen yang memilih mereka. Saat koalisi dibangun, kepentingan konstituen yang mengendaki pimpinan idola mereka manggung di pentas politik, akhirnya harus gigit jari. Dalam koalisi, sekali lagi, yang penting adalah bagaimana meraih kekuasaan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya. Bahwa suara konstituen itu dilupakan, ah itu bodo amat.

Namun ada juga yang masih bingung mencari kuali. Hal itu karena kualinya sudah diambil orang lain. Meski sudah ke sana kemari, Josep Kolo masih pusing tujuh keliling karena belum jua menemukan kualinya. Apalagi partai kuningnya kalah telak dengan partai biru yang dipimpin Sasono Bengbeng Yokoono. Kolo pun sudah ditalak tiga oleh Yokoono karena Kolo, saudagar berkumis tipis itu, suka ngebut dan menyalip kendaraan Yokoono.

Di ujung kepanikannya, Kolo bertemu dengan Jenderal Nagaonar. Sang jenderal yang dulu pernah jadi musuhnya dalam perebutan donat, akhirnya mau berkoalisi dengan sang saudagar berkumis tipis itu. Ya, meski dulu sang jenderal pernah kalah saat mencalonkan diri sebagai presiden, ia tetap nekat maju kembali pantang mundur. Kali ini ia maju sebagai wakil presiden.

Kekuasaan memang aneh bin ajaib. Ada saja orang-orang nekat maju ke pentas dangdut kekuasaan, meski sudah berkali-kali kalah. Memang kalau ditimbang-timbang, orang-orang nekat itu adalah orang-orang yang berbobot. Nggak percaya? Timbang aja sendiri! Pasti berat mengangkat mereka. Paling cuma Kolo yang kurang berbobot. Kecil, sih, orangnya.

Sebelum pulang, Mbah Jambrong akhirnya berpesan padaku, “Nak, jangan mudah percaya sama para politisi. Mereka suka bohong dan menipu rakyat.”

“Lho, Mbah sendiri kok mau membantu mereka?” protesku sengit.

“Orang yang suka nipu, biarin aja ditipu!” jawab santai Mbah Jambrong sembari tersenyum simpul penuh arti. Oalah, Mbah!

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

22 Komentar

  1. ngakak tenan saya, sangat menghibur, mending kuali siti itu kan bisa dimakan hasilnya, jiahaha…

    sebagai kawulo alit memang harus kritis juga, meskipun hanya bisa muncul pada guyonan itupun harus diplesetkan, biar aman dan nyaman dan tidak menyakiti hati orang, meskipun kawulo alit selalu saja hati dan perasaannya diombang-ambingkan dengan sandiwara yang hanya sekedar sandiwara saja….

    He…he… Ini memang cara Abunawas mengkritik sang khalifah.

  2. hahahaaa… bikin geli aja deh tulisan ini. lucu tapi nyentil, terutama paragraf terakhir soal penipu yang ketipu oleh mbah jambrong. mantap, mas.

    ada pemikiran lain soal lupa janji ini, mas. sebagian caleg menjanjikan hal-hal yang terlalu muluk pada pemilih targetnya, seperti janji lokalisasi buat para PSK. terbukti janji-janji muluk yang bersifat pragmatis seperti itu laris dibeli, alias sang caleg pun melenggang ke gedung DPR dengan manis. namun akibatnya, duh, mendingan mereka lali aja deh pada janji-janji semacam itu. soalnya kalau mereka perjuangkan juga suara minor dan aspirasi miring begitu, tak terbayangkan proses pembuatan UU nantinya, begitu pula hasilnya.

    politik memang ambisius. sering saking berambisinya, suara hati pun dikesampingkan. semua bermain dengan hitungan matematika.

    Syukur deh kalo bisa ngakak baca tulisan asal ini. Katanya lagi repot banyak kerjaan, ya, Uni?

    Wah, soal janji caleg untuk membuat lokalisasi, saya jadi curiga nih. Naga-naganya sang caleg memang pelanggan setia kupu-kupu kertas.

  3. huahahaha…. suka saya dg sentilan seperti ini… mengena! pas disasaran, terutama paragraf terakhir; “penipu kena tipu”

    oya, kayaknya yg gak pernah terpuaskan itu si mbak mangapwati. terus aja mencari dukungan buat ngeroyok mas sasono, sepertinya dia itu tidak punya “nyali” buat tanding satu lawan satu… ah, males saya milih orang kayak gitu… 😉

    He…. he…. Ngakak baca nama Mangapwati. Huah..hua… Dia emang cuma ngandalin bokapnya doang.

  4. hahahahaha…. seperti cerita anak kecil aja nih mas. Gaya bahasanya santai banget. Padahal politik berat. :mrgreen: hmmm koalisi di dalam kuali siti? mereka lupa di dalam kuali bertemu partai2 yang beda bau nya sama dia. Tapi mereka malah berkoalisi. hahaha

    Emang baunya beda-beda itu partai. Ada bau jengkol, pete, telur busuk, dan lain-lain. Campur di satu kuali, jadi tambah ancur deh!

  5. Kayaknya bukan koalisi deh … koak-koak kursi … Selayaknya, untuk periode 2009-2014 Indonesi akan ‘diginian’ … siapa sepaham hayo bersama … bukan … lainnya

    Istilahnya asyik juga, Pak. Koak-koak kursi. Iya emang. Mereka cuma koak-koak kursi doang. Sebel, deh! (ABG mode on)

  6. mbah jambrong, mbah jambrong! keberadaanmu sangat dibutuhkan oleh politisi yang malas berdoa. mereka ingin meraih sukses secara instan, pakai jampi2mu itu, mbah. mereka juga ndak pede, shg butuh bantuanmu utk melancarkan aksinya. wew… ternyata mbah jambrong juga tahu kalau politisi itu juga tukibul, hehe … tukang kibul, tapi mbah jambrong kak ya mau2nya membantu mereka. kalau dalam bahasa jawa, kuali siti itu bisa juga dimaknai kuali yang terbuat dari tanah, loh, mas rache.

    Dukun, cenayang, orang pintar, atau apapun istilahnya, memang erat kaitannya dengan dunia politik. Betul sekali, Pak Guru. Jasa mereka dibutuhkan oleh para politisi yang malas berdoa.

    Ada istilah baru dari Pak Guru: tukibul. Tentang kuali siti, betul kata Bapak. Dalam bahasa Jawa, siti memang berarti tanah. Bertahun-tahun meninggalkan Yogya, saya jadi lupa kata itu.

  7. Kakekku, berkata “Politik itu jahat”

    Waduh,, cucunya yang masih SD ini, yang baru belajar Matematika, IPA, IPS, dan PMP, langsung bongkar buku, mencari referensi di buku wajib SD .. di sana katanya orang yang menjalankan politik itu justru adalah pahlawan ..

    Untung aku sempet bertanya ke Ibu dan Bapak,, yang sesegera mungkin meluruskan kebengkokan pemahamanku yang sudah mencuri dengar omelan orang tua ketika menonton televisi …

    Yang jahat itu memang bukan politik, tapi para pelaku politik.

  8. Koalisi sesaat demi kepentingan sesaat pula. Pada pemilu-pemilu terlihat jelas betapa koalisi model seperti ini sukses di awal tapi renggang di belakang. Begitu dinyatakan sebagai pemenang, dengan segera shalawat dikumandangkan, takbir bergema, dan saling cium pipi. Tapi ketika roda pemerintahan bergulir dan partai-partai yang berkoalisi mendapatkan jatahnya masing-masing maka disanalah ‘fungsi politik’ diterapkan. Bela dan selamatkan kepentingan partai di atas kepentingan koalisi.

    Seperti dalam cerita di atas disebutkan bahwa koalisi yang terjadi bukan atas penyaluran suara para pemilih mereka tapi atas dasar kepentingan dalam mencapai satu tujuan, yaitu memenangkan pemilu.

    Contoh aktual adalah ketika pemilu tahun 2004 dimana kita bisa memilih presiden secara langsung. Suara-suara para pemilih partai A yang menghendaki figur-figur tertentu untuk mencoba naik dan ikut pilpres ternyata tidak digubris. Dengan dalih kepentingan bangsa dan negara terjadilah ‘dialog’ antar partai dan suara para pemilih diabaikan begitu saja.

    Yah, dalam politik yang abadi memang kepentingan. Pat gulipat bisa terjadi dalam dunia politik demi meraih kepentingan.

  9. aku mau milih Jenderal Nagabonar saja, tapi… bukan Jenderal Nagaonar yang di sini lho ya.

    penipu mending ditipu…. hahaha, bagus, bagus. wong buaya kok dikadalin ya, mas. 😀

    Kalau mau jadi Jenderal Nagabonar, harus lapor dulu ke Dedy Mizwar, Mas Goen.

  10. pusing ah…
    Namanya politikus ==> Poli = banyak; Tikus = Hewan mengerat, so politikus = orang yang suka mengerat uang rakyat (rata-rata ya…)

    Wah, bagus juga istilah dan penjelasannya, Trinil. Bisa jadi bahan tulisan kelak.

  11. koalisi, duet, featuring… apalah namanya… yang penting jangan salah2 ucap didepan penonton…salah2 bisa masuk kuali nanti….hehehhe….

    bisa aja nih mas ceritanya.. 😀

    Nanti saya usulkan Iwan Fals featuring Mbah Jambrong. Biar mereka berdua menyanyikan lagu kritik politik yang pedes!

  12. perebutan kursi, bangku, atau dingklik kekuasaan.
    Hahaha! Keren sekaligus menggelikan istilah tersebut. Seolah menunjukkan strata kapasitas.

    Koalisi juga berarti “kok lali sih?” itu memang betul terjadi rupanya. Suara konstituen benar-benar dilupakan. Dianggap bukan lagi urusan yang telah memberi suara, tapi yang penting punya suara dan bisa dibawa kemana-mana oleh yang punya kepentingan.

    Ya, tak ada yang abadi dalam politik. Baik lawan maupun lawan. Ya waras, bisa menangkap gelagat tersebut dengan bijak. Yang tahu diri akan undur malu pamit dari panggung sejarah politik Indonesia modern. Yang jumawa, makin lupa daratan!

    Oh-oh, Mbah Jambrong, berilah ramuan yang sakti…

    Dalam politik kan memang ada semacam strata atau kasta yang terbentuk secara alamiah. Ada semacam hukum rimba dalam dunia politik. Siapa kuat akan mencaplok yang lemah. Saat berkuasa, yang kuat memang seringkali jumawa dan menindas yang kecil.

  13. Sambvil menunggu suami di rawat di RS, saya mendengarkan komentar Mama lorent…siapa kira-kira pasangan yang cocok bagi SBY dan Mega….
    Hahaha…..saya ngakak, kok ya ada2 aja, acara begitu di TV…
    Yahh…kali ini memang kita lagi mendapat lawakan soal koalisi, koala, kuali…entah apa pula itu

    Moga suaminya segera sembuh, Bu. Allahumma isyfi innaka anta syafi la syifa’a illa syifauka.
    Persoalan koalisi, anggap saja guyonan politisi.