اَلْحَمْدُ ِللهِ الَّذِي أَرْسَلَ رَسُوْلَهُ بِالْهُدَى وَ دِيْنِ الْحَقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلىَ الدِّيْنِ كُلِّهِ وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُوْنَ. وَ أَشْهَدُ أَنْ لاَ اِلهَ إِلاَّ اللهُ وَ أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَ رَسُوْلُهُ. اَللَّهُمَّ صَلِّ وَ سَلِّمْ وَ بَارِكْ عَلىَ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَ عَلىَ اَلِهِ وَ صَحْبِه أَجْمَعِيْنَ. أَمَّا بَعْدُ: فَياَ عِبَادَ اللهِ اِتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَ لاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَ أَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ. يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ امَنُوا لاَ تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ باِلْبَاطِلِ إِلاَّ أَنْ تَكُوْنَ تِجَارَةً عَنْ تَرَاضٍ مِنْكُمْ.
Hadirin sidang Jumat yang mulia
Marilah kita senantiasa meningkatkan iman dan takwa kita kepada Allah. Karena keimanan dan ketakwaan kita bukanlah suatu hal yang tetap dan tidak bisa berubah. Iman dan takwa bisa mengalami perubahan, naik atau turun, bertambah atau berkurang. Karena itulah, kita pun harus senantiasa menjaga, memperbaharui, dan meningkatkan iman serta takwa kita.
Apalagi di tengah zaman yang semakin menghalalkan segala cara, kita tidak pernah tahu, apakah besok kita masih tergolong orang yang beriman atau justru terjerumus ke dalam lubang kekafiran. Maka dari itu, hanya kepada Allah sajalah kita memohon, agar senantiasa memperoleh taufiq dan hidayah-Nya.
Sidang Jumat yang dimuliakan Allah
Salah satu upaya kita menjaga keimanan dan ketakwaan kita adalah dengan cara mencari harta yang halal. Dengan kata lain, harta yang kita gunakan dalam kehidupan sehari-hari, hendaknya diperoleh dari cara-cara yang sesuai dengan ketentuan agama dan negara. Sebaliknya, Allah pun melarang kita menggunakan cara-cara batil (melanggar hukum) dalam memperoleh harta. Allah berfirman:
وَلاَ تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ وَتُدْلُوا بِهَا إِلَى الْحُكَّامِ لِتَأْكُلُوا فَرِيقًا مِنْ أَمْوَالِ النَّاسِ بِالْإِثْمِ وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ (البقرة: 188)
Dan janganlah sebagian kalian memakan harta orang lain dengan cara yang batil dan (janganlah) kalian membawa (urusan) harta itu kepada hakim, agar kalian dapat memakan sebagian harta benda orang lain itu dengan cara licik, padahal kalian menyadari. (QS. al-Baqarah: 188)
Harta yang diperoleh dengan cara yang bersih dan halal, akan mendatangkan ketenteraman dan ketenangan meskipun jumlahnya sedikit. Apalagi jika harta yang bersih dan halal itu, disikapi dengan rasa syukur kepada Allah, Dzat yang Maha Kaya dan Maha Pemberi Rizki.
Sidang Jum’at, jama’ah Islamiyah yang dimuliakan Allah
Salah satu cara tidak halal dalam memperoleh harta adalah korupsi. Namun justeru sekarang korupsi merupakan salah satu bentuk kejahatan yang banyak terjadi. Jika pada pemerintahan beberapa waktu silam, korupsi hanya terjadi pada segelintir orang yang dekat dengan pusat kekuasaan negara, maka saat ini ia menjadi kejahatan yang terjadi nyaris di semua lembaga di negeri ini, mulai dari yang paling bawah di tingkat desa, hingga paling atas di tingkat pusat.
Meski banyak merugikan negara dan kemaslahatan umat, para pelaku korupsi di negeri ini justru banyak yang terlepas dari jeratan hukum. Pada ayat di atas, Allah sendiri telah mensinyalir adanya orang yang membawa persoalannya ke pengadilan, namun ia tidak bermaksud untuk mencari keadilan. Pengadilan itu justru ia manfaatkan guna membebaskan dirinya dari jeratan hukum dan membuatnya seolah berhak untuk mengambil harta yang bukan miliknya. Saat itulah, pengadilan pun sudah bisa dibeli.
Sungguh rasa keadilan masyarakat seolah tercabik-cabik. Jika seorang pencuri ayam, bisa langsung ditangkap atau bahkan dihakimi massa, maka pencuri uang negara milyaran rupiah, bahkan ada yang sampai trilyun, bisa dengan mudah lepas, tanpa menjalani hukuman apapun! Dan juga yang sangat menyakitkan, terkadang para koruptor itu justru tetap menjadi pemimpin-pemimpin kita; tampil di tengah-tengah masyarakat seolah tidak merasa berdosa apapun.
Hadirin sidang Jumat yang dimuliakan Allah
Kita sebagai umat Islam, bagaimanapun telah diajarkan oleh Nabi SAW untuk menyerukan kebaikan dan mencegah kemungkaran; termasuk mencegah kemungkaran dalam bentuk korupsi. Dalam sebuah hadis beliau bersabda:
مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ وَذَلِكَ أَضْعَفُ الْإِيمَانِ (وواه مسلم)
Barangsiapa di antara kalian yang mengetahui suatu kemungkaran, maka hendaklah ia merubahnya dengan tangan (kekuasaan)-nya. Jika ia tidak mampu (merubah dengan tangannya), maka rubahlah dengan lisannya. Jika ia juga tidak mampu (merubah dengan lisannya), maka rubahlah dengan hatinya. Dan itu merupakan selemah-lemahnya iman. (H.R. Muslim).
Kita harus mencegah kejahatan korupsi sesuai dengan kemampuan kita masing-masing sesuai dengan urut-urutan pencegahan yang diajarkan oleh Nabi di atas. Jika kita sebagai rakyat kecil yang tidak memiliki kekuasaan dan jabatan apapun, maka paling tidak kita menolak kemungkaran itu di dalam hati. Namun itu adalah jalan terakhir jika dua cara pencegahan sebelumnya, dengan tangan dan lisan, tidak mampu kita lakukan. Penolakan di dalam hati itu merupakan wujud selemah-lemahnya iman.
Sebagai bagian dari masyarakat, kita tidak bisa bersikap masa bodoh dengan kemungkaran-kemungkaran tersebut. Kita tidak bisa berlindung di balik alasan: “Masalah negara sudah yang memikirkan. Kita sebagai rakyat kecil tidak perlu pusing-pusing memikirkannya.” Tidak! Kita tidak boleh beralasan seperti itu, karena kita semua sama-sama ikut bertanggung jawab terhadap baik buruknya masyarakat dan negara. Jika kita membiarkan saja kemungkaran-kemungkaran itu terjadi di depan mata kita, maka berarti kita membiarkan masyarakat kita menjadi rusak.
Jika masyarakat telah rusak, maka azab Allah tidak hanya menimpa kepada orang-orang yang melakukan kejahatan saja, tapi juga orang-orang baik yang tidak melakukan apa-apa. Sebagaimana jika kita membiarkan para pencuri menebangi kayu-kayu jati di Alas Cikamurang sehingga hutan kita menjadi gundul, maka banjir yang akan datang tidak hanya menimpa para pencuri itu, tapi kita semua akan merasakan kerugiannya, termasuk anak-anak, ternak, sawah, dan harta benda lain yang kita miliki. Karena itulah, Allah berfirman:
وَاتَّقُوا فِتْنَةً لاَ تُصِيبَنَّ الَّذِينَ ظَلَمُوا مِنْكُمْ خَاصَّةً وَاعْلَمُوا أَنَّ اللهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ (الأنفال:25)
Dan peliharalah diri kalian dari siksaan yang tidak hanya menimpa orang-orang yang zalim saja di antara kalian. Dan ketahuilah bahwa Allah amat keras siksaan-Nya. (Qs. Al-Anfal: 25).
Hadirin sidang Jumat yang dimuliakan Allah
Sebenarnya masih ada cara yang bisa kita lakukan sebagai rakyat kecil dalam menghadapi kemungkaran-kemungkaran tersebut. Masih ada cara minimal yang bisa dilakukan oleh umat Islam sebagai wujud pencegahan kemungkaran. Misalnya, cara itu adalah dengan tidak memilih dan mengangkat para pemimpin yang dicurigai terlibat korupsi.
Bagaimana mungkin kita berharap masyarakat menjadi lebih baik, adil, dan sejahtera jika pemimpin yang kita pilih adalah orang yang tidak jujur dan tidak bisa mengemban amanah?! Sungguh sangat naif jika kita memilih orang-orang semacam itu sebagai pemimpin.
Di samping itu, jangan kita mau menerima sumbangan dalam bentuk apapun dari para pejabat yang diduga kuat banyak melakukan tindak korupsi. Kita baru menerima sumbangan itu jika kita mengetahui persis bahwa sumbangan tersebut merupakan hartanya pribadi yang diperoleh secara halal dan tidak melanggar hukum. Atau kita bisa menerima sumbangan tersebut jika kita mengetahui persis bahwa sumbangan itu memang diperuntukkan dan dianggarkan secara resmi untuk diri kita atau lembaga kita.
Jika kita mau menerima sumbangan dari seorang pejabat yang diduga kuat banyak melakukan tindak korupsi, misalnya untuk lembaga pendidikan atau keagamaan yang kita kelola, maka sadar atau tidak kita berarti telah menggunakan uang haram, atau paling tidak syubhat. Kemudian, jika sesuatu dibiayai dengan uang haram, maka ia tidak akan berjalan dengan baik.
Selain itu, jika kita menerima sumbangan dari para pejabat korup itu, maka tanpa sadar kita seolah menghalalkan tindakan korupsi yang ia lakukan. Dengan kata lain, secara tidak langsung kita menghalalkan sesuatu yang sebenarnya haram. Dalam kaitan tersebut, Nabi menjelaskan:
َالْحَلاَلُ بَيِّنٌ وَالْحَرَامُ بَيِّنٌ وَبَيْنَهُمَا أُمُورٌ مُشْتَبِهَةٌ فَمَنْ تَرَكَ مَا شُبِّهَ عَلَيْهِ مِن الإِثْمِ كَانَ لِمَا اسْتَبَانَ أَتْرَكَ وَمَنْ اجْتَرَأَ عَلَى مَا يَشُكُّ فِيهِ مِنْ الْإِثْمِ أَوْشَكَ أَنْ يُوَاقِعَ مَا اسْتَبَانَ وَالْمَعَاصِي حِمَى اللهِ مَنْ يَرْتَعْ حَوْلَ الْحِمَى يُوشِكُ أَنْ يُوَاقِعَهُ (رواه البخاري)
Halal itu jelas dan haram itu juga jelas. Sedang yang berada di antara keduanya adalah hal-hal yang subhat (samar). Maka barangsiapa meninggalkan hal-hal yang subhat, maka berarti ia telah meninggalkan sesuatu yang telah jelas haram. Barangsiapa yang berani melakukan sesuatu yang diduga termasuk dosa, maka berarti ia nyaris tergelincir melakukan sesuatu yang jelas haram. Dan kemaksiatan adalah larangan Allah. Barangsiapa yang mendekati larangan tersebut, berarti ia nyaris tergelincir melakukan larangan tersebut. (H.R. Bukhari).
Hadirin sidang Jum’at rahimakumullah
Sekali lagi kita marilah kita tingkatkan keimanan dan ketakwaan kita. Salah satunya adalah dengan cara mencari harta yang halal; lantas mensyukuri dan mengelolanya dengan sebaik mungkin. Di antara cara mensyukuri anugerah harta yang diberikan oleh Allah tersebut adalah dengan cara mengeluarkan zakat atau sedekah.
Harta yang kita miliki akan diberkahi Allah jika ia bisa bermanfaat, baik untuk diri kita sendiri maupun untuk orang lain. Karena itulah, mumpung mesjid kita ini sedang melaksanakan proyek pembangunan madrasah, maka marilah kita berlomba-lomba menyumbangkan sebagian harta kita untuk kegiatan tersebut.
Harta yang disumbangkan tersebut kelak akan menjadi amal jariah yang akan menolong kita di akhirat nanti. Harta yang kita sumbangkan dengan tulus ikhlas merupakan ungkapan terima kasih kita kepada Allah yang telah memberikannya kepada kita. Jika kita mengurangi jumlah harta kita, karena menyumbangkannya di jalan Allah, maka tanpa kita sadar, sesungguhnya Allah akan menambah jumlah harta kita melebihi dari jumlah yang telah kita sumbangkan. Hal itu Allah tegaskan dalam firman-Nya:
مَثَلُ الَّذِينَ يُنْفِقُونَ أَمْوَالَهُمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ كَمَثَلِ حَبَّةٍ أَنْبَتَتْ سَبْعَ سَنَابِلَ فِي كُلِّ سُنْبُلَةٍ مِائَةُ حَبَّةٍ وَاللَّهُ يُضَاعِفُ لِمَنْ يَشَاءُ وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيم ٌ(البقرة: 261)
Perumpamaan orang-orang yang menyumbangkan hartanya di jalan Allah adalah laksana menanam sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir. Pada tiap-tiap bulir berisi seratus biji. Begitulah, Allah melipatgandakan (ganjaran) bagi siapapun yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui. (QS. al-Baqarah: 261).
باَرَكَ اللهُ لِي وَ لَكُمْ بِاْلأَياَتِ وَ الذِّكْرِ الْحَكِيْمِ وَ تَقَبَّلَ مِنيِّ وَ مِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ اِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ. وَ قُلْ رَّبِّ اغْفِرْ وَ ارْحَمْ وَ أَنْتَ خَيْرُ الرَّاحِمِيْنَ.
اَلْحَمْدُ ِللهِ الَّذِى هَدَانَا لِهَذَا وَماَ كُنَّا لِنَهْتَدِيَ لَوْ لاَ اَنْ هَدَاناَ اللهُ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ اِلهَ إِلاَّ الله وحده لا شريك له. وَ أَشْهَد أن محمدا عبده و رسوله لا نيي بعده. قال الله تَعَالىَ فِي كِتَابِه الكريم: ان الله و ملائكته يصلون على النبي. يا أيها الذين أمنوا صلوا عليه و سلموا تسليما. اللهم صل على سيدنا محمد و على ال سيدنا محمد كما صليت على سيدنا إبراهيم و على ال إبراهيم. اللهم اغفر للمسلمين و المسلمات و المؤمنين و المؤمنات الاحياء منهم و الاموات. ربنا اغفر لنا و لإخواننا الذين سبقونا بِاْلإِيْمَانِ و لا تجعل فى قلوبنا غلا للذين امنوا ربنا إنك رؤف رحيم. رب اغفر لنا ولوالدينا ولمن دخل بيوتنا مؤمنين وللمؤمنين والمؤمنات ولا تزد الظالمين إلا تبارا. اللهم أصلح لنا ديننا الذى هو عصمة أمرنا و أصلح لنا دنيانا التي فيها معاشنا و أصلح لنا آخرتنا التي فيها معادنا و اجعل الحياة زيادة لنا في كل خير و اجعل الموت راحة لنا من كل شر. ربنا اتنا فى الدنيا حسنة و فى الأخرة حسنة و قنا عذاب النار. سبحانك ربك رب العزة عما يصفون و سلام على المرسلين و الحمد لله رب العالمين.