Hikayat Si Pandai Besi dan Si Tetangga Cantik

Dalam kitab Syarh ‘Uquudil Lijain fi Huquuq az-Zawjain karya Syaikh Nawawi Banten, diungkapkan suatu cerita tentang keteguhan wanita dalam menjaga kehormatan dirinya. Alkisah, ada seorang lelaki pandai besi yang kebal api. Dia sering memasukkan tangan ke dalam api yang menyala-nyala. Suatu saat, ia dikunjungi seorang lelaki yang penasaran dengan keistimewaan dirinya tersebut. Sang tamu pun menyaksikan dengan mata kepalanya sendirinya keistimewaan sang pandai besi.

Sang tamu tergelitik untuk mengetahui, apa yang dilakukan sang pandai besi sehingga memiliki keistimewaan kebal api tersebut. Seusai sang pandai menyelesaikan pekerjaannya, sang tamu pun mengucapkan salam seraya berkata, “Aku ingin menjadi tamumu malam ini.”

Bacaan Lainnya

“Silakan. Saya senang sekali dan saya akan menjamu Anda sebaik mungkin,” ujar sang pandai besi dengan sukacita.

Kemudian sang tamu diajak pulang ke rumah tukang besi, lantas dijamu makan sore dan bermalam di sana. Ia terus mengamati aktivitas sang tukang besi. Tak ada yang aneh. Sang tukang besi hanya mengerjakan ibadah salat fardhu saja, lantas tidur pulas hingga subuh.

“Barangkali tukang besi itu menutup-nutupi aktivitasnya pada malam ini,” bisik sang tamu dalam hati.

Karena masih penasaran, sang tamu pun kembali menginap satu malam. Ternyata tukang besi itu masih seperti biasanya. Ia tidak menambah ibadahnya sama sekali kecuali salat fardhu.

“Saudaraku,” ujar sang tamu pada si tukang besi, “aku telah mendengar, engkau diberi keistimewaan oleh Allah. Aku pun melihat sendiri keistimewaan itu. Namun, aku juga tak habis pikir. Tak kulihat amal ibadah istimewa yang kau lakukan. Kau hanya melaksanakan salat fardhu saja. Dari mana kau memperoleh kemuliaan seperti itu?”

Akhirnya, sang tukang besi pun mengungkapkan latar belakang keistimewaan kebal api yang ia miliki. Ia menuturkan, ia pernah mengalami suatu peristiwa yang aneh dan jarang terjadi. Saat itu, ia mempunyai tetangga seorang wanita cantik. Terus terang, ia mengaku jatuh cinta pada wanita cantik itu. Berkali-kali ia merayu tetangga wanita itu, namun tidak pernah berhasil menaklukkan hatinya. Wanita cantik itu ternyata sangat menjaga kehormatan dirinya.

Waktu terus berlalu hingga tiba musim paceklik. Orang-orang banyak kehabisan bahan pangan. Suatu hari, sang tukang besi duduk santai di rumah. Tiba-tiba ada seorang mengetuk pintu. Ia pun beranjak untuk membuka pintu. Ternyata wanita cantik itu berdiri di depan pintu.

“Pak, mohon maaf,” kata wanita itu. “Aku sangat lapar. Apakah Bapak sudi memberiku makanan dengan ikhlas karena Allah?”

“Aku tidak bisa memberimu makanan kecuali jika engkau mau menyerahkan dirimu padaku. Tidakkah kau tahu, bagaimana perasaan dalam hatiku? Apakah kau tidak tahu jika aku sangat mencintaimu?”

“Aku memilih mati daripada durhaka kepada Allah,” jawab sang wanita dengan tegas lantas pulang ke rumahnya.

Setelah dua hari, wanita itu kembali mendatangi rumah sang tukang besi untuk meminta bantuan yang serupa. Tukang besi itu pun menjawab seperti jawaban sebelumnya. Wanita itu tetap bersikukuh tidak akan menyerahkan kehormatannya meski ia diterjang kelaparan. Akhirnya, wanita itu pulang ke rumahnya dengan tangan hampa.

Waktu terus berjalan. Rasa lapar yang amat dahsyat terus menggerogoti kondisi tubuh wanita cantik itu, hingga ia nyaris meregang ajal. Akhirnya, dengan memanfaatkan sisa tenaga yang ada, ia pun kembali mendatangi rumah sang tukang besi. Ia meminta bantuan seperti hari-hari sebelumnya.

Mengetahui sang wanita semakin terdesak oleh rasa lapar, si tukang besi kembali memanfaatkan kesempatan. Saat si tukang menyerahkan makanan, sekonyong-konyong air mata sang wanita mengucur deras.

“Wahai saudaraku,” ucap sang wanita dengan lirih, “apakah kau memberiku makanan ini benar-benar karena Allah?”

“Aku memberikan makanan ini agar kau bersedia menyerahkan dirimu padaku,” sahut si tukang besi dengan senyum licik.

Mendengar jawaban itu, wanita cantik itu pun langsung bangkit dari tempat duduknya. Tak secuil pun ia menyentuh makanan yang disediakan oleh si tukang besi. Ia pulang kembali ke rumahnya.

Dua hari kemudian, sang wanita kembali mengetuk pintu rumah tetangganya, si tukang besi. Lelaki itu pun membukakan pintu dan melihat sang wanita berdiri di depan pintu. Rasa lapar telah membuat suaranya nyaris tak terdengar. Tubuhnya bergemetar menahan himpitan lapar.

“Saudaraku,” desis sang wanita lirih, “Aku sudah tidak kuat lagi. Aku sudah tidak bisa menemui orang lain selain dirimu. Apakah kau mau memberiku makanan?”

“Ya, mau. Asal kau juga mau menyerahkan dirimu padaku,” sergah sang tukang besi.

Sejurus kemudian, wanita itu menundukkan kepalanya. Lantas ia kembali pulang ke rumahnya dengan tangan hampa.

Sepulangnya wanita itu, timbul rasa sesal di hati sang pandai besi. Ia mulai iba dengan kondisi tubuh wanita yang kian lemah. Namun ia sendiri sebenarnya tak memiliki simpanan makanan. Ia lalu beranjak ke dapur guna memasak makanan untuk tetangga wanitanya itu. Setelah matang, makanan itu ia serahkan ke sang wanita.

“Sungguh tega diriku,” gumam si tukang besi dalam hati. “Ia bukanlah wanita terpelajar dan bukan pula wanita yang alim. Namun, ia menyadari untuk tidak memakan yang bukan haknya. Berulang kali ia datang ke rumahku karena siksaan rasa lapar, namun aku tetap saja tak berhenti menggoda dirinya.

“Ya, Allah,” sang tukang besi lantas memanjatkan doa, “aku bertobat kepada-Mu atas perbuatan dosa yang kulakukan. Selamanya, aku tidak akan mendekati wanita itu lagi demi tujuan nista.”

Si tukang besi melongok makanan yang ia serahkan kepada sang wanita. Namun makanan itu tak jua disentuh oleh sang wanita.

“Makanlah. Tidak usah takut. Makanan ini saya berikan karena Allah,” tegas sang tukang besi.

Setelah mendengar pengakuan itu, sang wanita mengangkat kepalanya ke langit seraya berdoa, “Ya Allah jika benar ucapan lelaki ini, semoga Engkau mengharamkan api buat dirinya di dunia dan akhirat.”

Lelaki itu lantas pergi meninggalkan si wanita yang sedang menyantap makanan yang ia berikan. Ia bermaksud memadamkan api di dapur rumahnya. Saat itulah, tanpa sengaja, ia menginjak bara api. Anehnya, ia tidak merasa panas sama sekali. Kulitnya juga tak terbakar sedikit pun.

Lantas ia kembali ke rumah sang wanita dan menjumpainya dalam keadaan cerah ceria. “Bergembiralah, karena Allah mengabulkan doamu,” ujar sang tukang besi.

Mendengar ucapan itu, seketika si wanita langsung melemparkan makanan yang hendak ia suap dari tangannya. Ia bersujud syukur kepada Allah lantas berdoa, “Ya Allah, Engkau telah berkenan memperlihatkan kepadaku apa yang menjadi maksudku pada lelaki itu. Semoga Engkau berkenan mencabut nyawaku saat ini.”

Sesaat kemudian, tatkala wanita cantik itu sedang bersujud, Allah pun mencabut nyawanya.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

23 Komentar

  1. Maha Suci Allah…
    suatu pelajaran yang patut dicontoh
    dalam hal apapun, yang namanya bukan hak kita, sangatlah tidak di anjurkan untuk mengambilnya 🙂

    Betul, Bang Zul. Jangan sampai kita mengambil yang bukan hak kita.

  2. sungguh mulia perempuan itu. sudah diperlakukan sedemikian rupa oleh si pandai besi, tapi hatinya tetap sabar dan teguh dalam menjaga kehormatan dirinya. andai saja para perempuan bersikap seperti ini, alangkah damainya dunia. sungguh, sebuah pembelajaran yang sangat berharga.

    Memang ini adalah pembelajaran yang ingin saya terapkan juga pada keluarga saya.

  3. Setiap manusia akan diberikan cobaan dengan beberapa macam, salah satunya adalah dengan kelaparan.

    Mampukah ia tetap beriman kepada Allah dengan tetap takut kepada-Nya walaupun rasa lapar itu sudah begitu kuat ataukah ia kalah oleh rasa lapar dan durhaka terhadap Allah Swt. yang telah menciptakannya?

    Semoga cobaan demi cobaan itu bisa dilewati tanpa menggadaikan keimanan.

  4. salam kenal , ini kunjungan pertama saya . bagus sekali disini banyak cerita menarik. tentang post ini…rasanya hebat lagi cerita keluarga Yasir atau Bilal bin Rabah, maaf pak , sekadar pendapat

    Salam kenal juga. Memang luar biasa kisah Yasir dan Bilal bin Rabah. Namun saya memilih cerita ini karena sesuai dengan konteks rumah tangga.

  5. aku mengenal wanita yg kuat seperti itu.. :'(
    bangga mengenal dirinya 🙂
    semoga wanita2 seperti itu diberi tempat yang indah oleh Allah di surga..

    dan tentunya si pandai besi.. ia akhirnya menyadari bahwa jika semua dilakukan karena Allah akan menghasilkan rasa yang indah..dan baik pula

    Meski tak mudah mencari wanita seperti cerita di atas, tapi saya yakin masih ada wanita demikian di zaman yang semakin menjauhi nilai-nilai agama.

  6. cerita yang sangat-sangat inspiratif mas rashid…
    semuanya bermula dari niat diri, niat itulah yang akan memberikan dampak besar kepada kita; manfaatkah atau mudharat… 🙂

    Makasih, Uda. Mudahan bisa menjadi inspirasi, terutama bagi saya sendiri. Memang niat memiliki peran penting dalam menentukan arah tindakan kita.

  7. Aku pernah membaca kisah yang serupa. Hanya saja diakhirnya sedikit berbeda. Kata Allah “berdoalah kepadaku niscaya aku kabulkan”. Kita harus percaya itu. Jika doa belum dikabulkan, tetaplah sabar dan ikhlas menerima ketentuannya ya? (kayaknya aku sedang menasehati diriku sendiri nih mas).

    Kisah serupa memang ada beberapa versi, tergantung referensinya.

    Saya juga sedang menasehati diri sendiri, Mas Hanif. Simbok sudah sembuh?

  8. Aku pernah membaca kisah yang serupa. Hanya saja diakhirnya sedikit berbeda. Kata Allah “berdoalah kepadaku niscaya aku kabulkan”. Kita harus percaya itu. Jika doa belum dikabulkan, tetaplah sabar dan ikhlas menerima ketentuannya ya? (kayaknya aku sedang menasehati diriku sendiri nih mas

    Mungkin bukan berarti doa belum dikabulkan, tetapi sudah dikabulkan dengan cara yang berbeda, tidak seperti yang kita inginkan, dan tidak kita belum menyadarinya. Allah memberi apa yang terbaik untuk kita, bukan apa yang kita inginkan.

  9. tapi kok sad ending ya, mas rashid? hiks.
    ternyata butuh perjuangan yang berat bagi si wanita untuk menyampaikan kebenaran.

    insya allah keduanya adalah ahli surga.

    Saya emang suka yang sad ending, Uni. Hidup ini memang tak selalu berujung bahagia.

  10. Kitab ini banyak dikritik oleh kaum feminis karena dianggap mengeksploitasi wanita. its OK ….!!!, mungkin dengan “karena” perspektif yang berbeda. Tapi bagi ahli “simbols” yang mementingkan makna (value) daripada bentuk (form), kitab ini menjadi inspirator terkuaknya “nilai” kehidupan rumahtanggga. Dalam cerita Kita terhanyut dgn sang wanita yang istiqomah, kita terpukau oleh si pandai besi yang hebat “dhohir”. TAPI aku lebih tertarik untuk menguak jatidiri si “TAMU”. Siapakah dia..?? KAng Ochid boleh berbagai…!!!!, hehehehe…aku mencoba untuk berfikir “Yang LAIN”……!!!

    Kitab ini memang banyak dikritik oleh tokoh feminis. Memang banyak hadis misoginis dalam kitab ini. Tapi, saya tak hendak mendiskusikan hal itu. Yang penting, pesan moral dalam cerita tersebut. Tentang jati diri sang tamu, sayang sekali Syekh Nawawi tidak menjelaskannya.

  11. Akhinal Kiram….!!!! kalau aku boleh berfikir “imajinatif” tamunya adalah “DIRI KITA”, yang kadang sering ingin tahu “orang lain”, Syiekh Nawawi sbg penulis mencoba mengkristalkan ajaran integritas ke dalam sebuah hikayat. Aku sebagai “diri” memang tidak akan puas bila hanya melihat pada diri sendiri sebagaimana filosofi “cermin”/Mirror”. Bila ingin melihat diri maka masuklah dalam dimensi lain. Hal inipun diilustrasikan dalam “Manthiqt Thaer”, sang Simurgh membumbung tinggi mencari “dirinya”. Sang Tamu memang mencari “sesuatu” yang tdk dimiliknya dgn diawali kekaguman kepada Sang Pandai Besi… Subhanallah..!!!, Aku tunggu hikayat berikutnya…

    Mungkin saja, Kang Ib. Mungkin sang tamu adalah si simurgh dalam karya Aththar itu.

  12. hikayat ini boleh lah kita jadikan sebagai satu pencetus minda untuk kita memikirkan siapa kita dan bagaimana harus kita mewarnai hidup kita ini.

    Semoga kita bisa mewarnai hidup menjadi lebih baik, Dens. Salam hangat.

  13. sama seperti status facebookku kemarin mas “Manusia dibentuk dari keyakinannya. Apa yang ia yakini, itulah dia (Bhagavad Gita)”karena si wanita sangat yakin akan keimanannya maka terbentuklah bagaimana dia sesungguhnya…subhanallah!

    Dengan kata lain, man is what he believe. Gitu kali ya.