Saya tidak ingin memuja Obama atau Amerika. Pujian untuk Obama dan Amerika sudah tidak tersisa karena telah habis ditelan oleh kepedihan tak terperi atas penderitaan Palestina dan jutaan muslim di muka bumi ini. Ketidakadilan dan penindasan atas kaum muslim.
Meski berdarah Islam dari jalur ayah, Obama tidak memiliki komitmen untuk membela orang Islam yang berdarah-darah akibat kebijakan Amerika. Ia adalah seorang non Muslim sehingga tidak menganut agama Islam sebagaimana keluarga sang ayah, Hussein Obama, nun jauh di Kenya.
Sungguh naif jika berharap Obama akan membela masyarakat muslim dunia hanya karena ia berdarah Islam dan pernah tinggal di Indonesia. Betapapun Obama menjadi presiden Amerika tak bisa lepas dari peran lobi Yahudi yang anti Islam. Saat ia berkunjung ke Israel di musim panas silam sebelum ia terpilih sebagai presiden, dengan lantang Obama berkoar, “Jika seseorang mengirimkan roket-roket ke rumahku saat kedua anak perempuan sedang terlelap tidur di malam hari, aku akan melakukan apapun dalam kekuasaanku untuk menghentikan hal itu. Dan aku berharap, orang-orang Israel pun melakukan hal yang sama.” (www.washingtonpost.com).
Pernyataan itu menunjukkan betapa kuatnya komitmen Obama untuk membela Israel, melebihi John McCain, rivalnya dalam pencalonan presiden Amerika. Ia menyempatkan diri untuk datang ke Israel. Ia bertemu dengan parlemen negara zionis itu. Jadi tidak aneh, jika lobi Israel lantas lebih memilih Obama. Sebagaimana yang diketahui bersama, Obama pun akhirnya menang.
Pernyataan dukungan Obama atas Israel itu sebenarnya juga bisa dikritisi. Bukankah roket-roket, bahkan bom-bom fospor putih, juga dikirimkan oleh Israel ke rumah-rumah penduduk Palestina? Di saat banyak anak-anak dan wanita sedang tertidur? Mengapa orang-orang Palestina tidak boleh membela diri mereka? Orang-orang Hamas Palestina tidak akan serta merta mengirimkan roket ke penduduk sipil Israel jika mereka sebelumnya tidak diserang lebih dahulu. Tentu ada asap, ada api.
Orang-orang Palestina sedang mempertahankan tumpah darah mereka. Orang-orang Israel berusaha untuk mengusir orang-orang Palestina dari tanah dan rumah mereka yang telah mereka huni sejak ratusan tahun. Pencaplokan tanah Palestina oleh Pemerintah Israel secara sistematis telah membuat jutaan orang Palestina kehilangan tempat tinggal mereka. Mereka diusir dengan semena-mena dari tanah mereka sendiri.
Sungguh, betapa sulitnya bagiku untuk mempercayai Obama bisa membawa perdamaian bagi Timur Tengah khususnya, dan dunia umumnya. Selama Israel terus dibela Amerika, dan orang-orang Palestina dibiarkan tertindas serta terpecah belah, selama itu pula perdamaian di Timur Tengah adalah mimpi di siang bolong. Selama Timur Tengah masih terus bergolak, maka perdamaian dunia adalah bagaikan menggantang asap.
Selama Amerika Serikat terus berdiri sendirian sebagai negara superpower yang tak tertandingi oleh negara manapun, maka keadilan global adalah laksana pungguk merindukan bulan. Runtuhnya Uni Soviet membuat Amerika Serikat menjadi satu-satunya negara adidaya di jagat ini. Hal ini sungguh berbahaya. Kekuasaan Amerika menjadi absolut. Absolutisme inilah yang dikhawatirkan oleh Eric Hoffer, filosof Amerika Serikat yang meninggal 1983 silam. “Kekusaan yang absolut dan kepercayaan yang absolut, kedua-duanya adalah instrumen menuju dehumanisasi,” ujar Hoffer penuh getir. Kini, kegetiran itu masih teronggok di pundak Obama.
Hmmmm no comment deh.. dah males sama janji janji orang berdasi
kalo dia cinta, berarti saya tidak jadi simpati dengn Obama
Sebenarnya aku juga sedikit kecewa, mungkin terlalu berharap banyak dengan sosok Obama yang mungkin di lihat dari jalur historisnya dia adalah orang yang memiliki keturunan Islam. Entah mengapa, kini semua hanya tergantung pada diri kita sendiri. jangan terlal bergantung pada orang lain.
Namun satu hal yang tersirat di hati saya, mungkinkah seorang Obama begitu naif melihat ketidak adilan Israel dan palestina, ataukah mungkin SEORANG OBAMA hanya menjadi boneka di balik orang-orang yahudi yang sudah ratusan Tahun menjajah Amerika?
Jadi jika asumsi kedua ku itu terbukti, maka kecil kemungkinan pemimpin negara besar seperti amerika akan peduli dengan keadilan. Nggak akan pernah presiden siapapun di Amerika yang akan mampu menjadi sosok yang penuh harap di muka bumi ini.
To Munying, memang kita tidak perlu berharap banyak terhadap orang lain. Hanya akan kecewa. Harus belajar bergantung pada kekuatan diri sendiri. Kalaupn toh orang luar akan memberikan kepedulian, itu tidak akan diberikan dengan cuma-cuma.