Pagi yang indah. Sesungging senyum kuukir untuk dunia yang menyambutku dengan hangat. Kubuka jendela kamar kostku yang sempit. Mempersilakan sinar baskara menyirami ruang yang sumpek itu. Baju-baju kotor menumpuk di pojok. Buku-buku berserakan di atas kasur yang sudah tipis. Bau puntung rokok menyebar menusuk hidung.
Inilah sebuah jejak kehidupan yang puitis saat aku mengenyam bangku kuliah di Yogya. Saat itu, 14 tahun silam, aku biasa mengerjakan tugas penulisan skripsi hingga larut malam. Saat pagi tiba, aku biasa kembali ke kampus untuk mencari buku di perpustakaan atau toko buku.
Tapi pagi ini aku tak ingin pergi ke mana-mana. Aku sudah bertekad untuk ‘bercanda’ dengan Tuhan sepanjang hari ini. Aku hanya menginginkan kasih sayang-Nya betul-betul kurasakan langsung. Meski tanpa sepeser pun uang, aku tak mau berhutang di warung atau kepada teman. Aku ingin mengalami langsung bagamana Tuhan menganugerahkan rezeki-Nya untukku hingga aku bisa sarapan pagi ini.
Sayang seribu sayang, hingga siang hari, saat terik mentari nyaris memanggang ubun-ubun, tak sebutir nasi pun mampir di mulutku. Sang Pencipta masih juga bermain petak umpet denganku. Waktu pun terus berjalan. Aku berharap, usai melaksanakan shalat zuhur, rezeki itu kelak tiba.
Ternyata hingga selesai shalat zuhur, tak jua ada tanda-tanda aku bakal melenyapkan rasa lapar yang sudah mengguncang perut. Namun, aku tetap bersangka baik pada-Nya. Mungkin Ia hendak menguji sejauh mana kesabaran dan keyakinanku pada kekuasaan-Nya. Aku pun kembali duduk di depan komputer yang dipinjamkan oleh seorang temanku. Melanjutkan tugas penulisan skripsiku.
Hanya sempat setengah jam di depan komputer, aku sudah merasakan kantuk. Pikiran sudah buntu. Akhirnya kumatikan komputer dan merebahkan tubuh yang letih di atas kasur. Tak perlu waktu lama, aku sudah terlelap tidur diiringi alunan musik keroncong perut yang sama sekali tidak merdu. Kamus Arab-Indonesia Al-Munawwir yang tebal itu kujadikan bantal untuk menahan kepalaku.
Hingga waktu ashar tiba, aku terbangun dari tidur. Usai mandi dan shalat, aku membaca Kitab Cinta-Nya. Betapapun, aku harus menenangkan jiwa dari terjangan lapar yang mulai melemahkan tubuhku. Aku berharap, Ia akan segera menurunkan rezeki-Nya.
Ternyata, aku memang masih harus diuji oleh-Nya. Hingga letih membaca Kitab Cinta-Nya, tak jua muncul tanda-tanda aku akan memperoleh sepiring nasi atau sepotong roti untuk mengganjal perutku. Aku tetap bertahan untuk tidak meminta dalam bentuk apapun kepada siapa pun. Konyol memang.
Waktu demi waktu berlalu. Waktu maghrib tiba dan aku tetap berusaha untuk tidak kehilangan keyakinan pada kasih sayang-Nya. Aku tetap bersujud pada-Nya dalam lapar dan dahaga. Usai shalat dan tadarus, aku kembali duduk di depan komputer. Meneruskan tugas penulisan skripsiku. Melupakan tuntutan biologis perut untuk segera diisi.
Hm… Manusia memang dianugerahi ketahanan tubuh yang sungguh canggih. Meski tak sebutir nasi pun mampir di perutku, aku masih bisa bertahan dan berkonsentrasi menulis dan membaca. Saat waktu shalat isya, aku hamparkan kembali sajadah dan bersujud pada-Nya. Usai bermunajat, aku kembali menekuri untaian Kalam-Nya. Mencoba merayu-Nya agar berkenan melimpahkan anugerah-Nya.
Setelah sekian lama membaca surat cinta-Nya, aku kembali ke depan komputer. Tenggelam dalam usahaku untuk menyelesaikan tugas skripsi yang cukup membuatku letih. Sudah hampir setahun, skripsi ini tak jua selesai. Sebuah penulisan skripsi yang terlalu lama di mata banyak teman-temanku. Tapi, usaha keras itu akhirnya berbuah manis. Empat tahun kemudian, skripsi itu diterbitkan menjadi buku oleh sebuah penerbit di Yogyakarta.
Hingga lewat tengah malam, aku sudah mulai diterjang lapar yang kian menggelepar. Perutku keroncongan. Suaranya terdengar keras. Tentu saja sangat tidak merdu. Tubuhku gemetar. Mata pun sudah berkunang-kunang. Masih di depan komputer, aku bergumam parau, “Ya, Allah, benarkah Kau Maha Pengasih dan Penyayang?”
Tiba-tiba terdengar suara ketokan pintu. Kubuka pintu kamar kostku. Seorang teman muncul dengan wajah ceria. Di tengah malam buta ini, ternyata masih ada teman yang mau bertamu ke kostku yang sumpek di pinggir kali Gajah Wong.
“Kamu sudah makan belum?” tanya Amat, teman sekampungku yang juga kuliah satu kampus denganku itu.
“Belum,” jawabku datar.
“Ayo, makan, yuk. Kita cari warung angkringan di dekat kampus.”
Uffs! Maafkan aku, Tuhan. Aku sempat meragukan kasih sayang-Mu. Tanpa berusaha pun, Kau tetap melimpahkan kasih sayang-Mu kepada hamba-Mu yang slebor ini. Sungguh, canda ini nyaris membunuhku.
kekeke… sepertinya bukan hanya sampeyan yang pernah mengalami hal seperti ini… 😀
Jadi Rejeki itu dari tuhan atau teman ups… hehehehe. harusnya ada tulisan don’t try this at home hehehehehehe. La yughoyyiru ma bi qoumin hatta yughoyyiru ma bi anfusihim
eh selamat datang kembali pak
welcame back 😀
Atau hanya sekedar mampir ?
ah kok jadi hattrick kan ga ada niat hattrick.
Tuhan akan terus memberikan ujian bagi hamba-Nya yang berusaha untuk mencintai-Nya. Maha Besar Allah dengan segala karunia dan ayat-ayat-Nya yang terhampar di atas semesta.
Bercanda yang ‘berani’
Sebenarnya sih kita juga bisa belajar dari hewan untuk yang satu ini. Saya sering perhatikan kucing-kucing dekat rumah. Kalau kebetulan di rumah sedang tidak membeli ikan maka kucing-kucing itu pun ikut merasakannya. Saya perhatikan tingkah mereka seharian. Siang hari mereka mengeong memelas karena mungkin lapar tapi malam hari sudah tidak terdengar lagi suara mereka. Saya pikir mereka sudah kenyang karena berhasil mendapatkan sesuatu yang dimakan karena keesokan harinya mereka masih tetap ada dan tidak kelaparan.
Allah Maha Memberi rizqi dan Maha Pemurah, InsyaAllah tak satupun makhluk di dunia ini yang tidak lepas dari Kemurahan-Nya.
Bercanda yang berani, namun bagaimanapun Allah tetap yang hak memberi rizki.
Salam Hangat
http://www.indonesiamenulis.com
Saya jadi terharu sekali membaca cerita mas ini… Sekarang saya masih SMA. Bagaimana nasib saya kelak kalo jadi mahasiswa? Jauh dari rumah. . . Mmang Allah tidak pernah lupa kepada hambaNya.. Walaupun terkadang kita yg seringkali tidak ingat kepadaNya… SUBHANALLAH
Allah maha penyayang kang, saat lapar ada yang datang…
Salam kenal mas..
Ya.. sayapun pernah merasakan.. bagaimana Allah menghendaki diri ini tak hanya memohon dan memelas padaNYA.. tapi DIA ingin saya tersungkur.. dalam hina terdalam dihadapanNYA. Karena memang sesungguhnya demikianlah kita dihadapanNYA.. tak berarti dan tak bermakna..
Sungguh IA Maha Penyayang.. ketika kesadaran itu muncul.. DIA limpahi kita semua dengan siraman cahaya nan terang benderang tak berujung..
Semoga ini akan selalu dapat kita jaga.. perasaan tersungkur
Bolak balik kesini ah…
waw…………….waw………………waw……………..
udah nulis lagi yah…………..
hore…………hore…………….100000000000000x
aku suka dengan kalimat ini:
Uffs! Maafkan aku, Tuhan. Aku sempat meragukan kasih sayang-Mu. Tanpa berusaha pun, Kau tetap melimpahkan kasih sayang-Mu kepada hamba-Mu yang slebor ini. Sungguh, canda ini nyaris membunuhku.
Tuhan tidak pernah meninggalkan hambaNya, meski hamba itu sangat sering meniggalkanNya.
jangan diulang lagi ya mas… bahaya… hehehe… 😀
meskipun aku tak pernah sampai lapar
aku juga sering melupakan bahwa Tuhan akan berkarya dalam kesulitan
Dan itu diingatkan oleh orang-orang yang ada di sekelilingku. Dan benar tak lama lagi Tuhan benar-benar datang! Orang-orang itu bagaikan roti di kala lapar……
EM
wah beruntung sekali….dapet makan free
kagum dengan becandanya…berani uji coba.
Tapi akhirnya memang Dia memberikan jalan
endingnya bermakna bgt…
subhanallah…..sungguh mulia hati anda.
Allah bersama orang yang sabar
innallaha ma’ashobirin
maka nikmat Tuhan manakah yang Engkau dustakan
sungguh canda yang sangat indah, tidak ada canda yang tulus, kecuali canda dengan Tuhan-Nya.
————————
Salam dariku kang… o iya,,,
“g usah kunjung ke-blog Q dulu,ya…,, “PD amat..nih….” masih kosong. ni cuma mau nyapa2 ja, teman ato temannya teman, kangen ma semuanya” makasih ya.
alhamdulillah mas rashid berhasil dalam bercandanya sehingga sampai sekarang masih sehat walafiat dan sudah kembali beraktivitas di ranah blogsfer pula. masa-masa kuliah memang penuh romantika, mas. dan menakjubkan betapa Allah menjawab doa dengan cara yang tidak disangka-sangka manusia.
pengalaman-pengalaman semacam itu memang indah bila dikenang. dan pada masanya dia akan membuat kita tertawa mengingatnya. hanya terkadang manusia tidak sabar menunggu hingga waktu untuk bisa menertawakannya itu tiba.
selamat datang kembali, sahabat. selalu kunantikan saat kembalimu ini.
Kisah nyata yang bisa meningkatkan iman neh
🙂
Indah rasanya dekat dengan Tuhan…
Semoga sayapun bisa….
makasih mas, nice to artikel..
Wahh cerita yang mengharukan, jadi teringat masa-masa seperti itu…..sebagian besar kita pernah mengalaminya
Hehehehe.. waaaah.. ganggu yaaaa.. lagi bercanda dengan TUHAN.. weleh wellleeeeh.. takut ganggu.. biar saya pulang dulu aaaah
Salam Sayang
sejuk hati ini bila bisa dekat TUHAN
Akhirnya Bapak ngeblog lagi
Pak, Allah memang Maha Mengerti
Bercanda berbuah buku.