Mengenal Apa Itu Telur Infertil

Ilustrasi telur (Pixabay)

Setelah ditemukan oleh Tim Satuan Tugas Pangan di Tasikmalaya pada (9/6/2020), telur infertil menjadi sukses membuat resah para konsumen. Di mata masyarakat awam, telur infertil mungkin terdengar aneh. Namun di kalangan para peternak ayam, terutama yang sudah masuk level perusahaan besar, telur infertil bukanlah sesuatu yang aneh.

Secara bahasa, menurut Oxford Dictionary, istilah infertil berasal dari bahasa Perancis atau Latin, yaitu in yang berarti tidak dan fertilis yang berarti melahirkan/beranak. Dengan demikian, secara bahasa infertil berarti tidak melahirkan atau tidak beranak. Di masyarakat awam, telur infertil dikenal dengan istilah telur gabuk.

Dalam prakteknya, istilah infertil merupakan kata sifat yang dilekatkan kepada telur yang gagal menetas menjadi anak ayam. Telur infertil biasanya merupakan produk gagal di perusahan-perusahan yang memproduksi bibit anak ayam atau yang biasa dikenal dengan istilah DOC (Day Old Chicken).

Sebagai bagian dari seleksi alam, telur-telur yang dipersiapkan untuk ditetaskan melalui mesin tidaklah semuanya sukses menetas menjadi anak ayam. Dalam proses normalnya, telur-telur menetas setelah melewati proses pengeraman di mesin selama 18-19 hari. Sisa-sisa telur yang tidak menetas itulah yang kemudian oleh beberapa oknum dijual ke pasaran. Apalagi ketika di zaman wabah Covid-19, perusahaan farm tentu tidak ingin rugi lebih besar.

Telur infertil sebenarnya merupakan telur tetas (Hetching Egg) yang gagal menetas. Dalam bisnis ternak ayam bibit (DOC), perusahaan menggunakan telur yang dihasilkan melalui proses pembuahan secara mekanis. Telur tetas (HE) tersebut tentu saja berbeda dengan telur konsumsi yang dihasilkan dari ayam petelur secara rutin tanpa melalui pembuahan oleh ayam pejantan.    

Menurut Peraturan Menteri Pertanian Nomor 32 Tahun 2017 Pasal 13 ayat 4, telur infertil itu dilarang untuk dijual sebagai telur konsumsi. Pada Pasal 28 ayat 3 huruf c di peraturan tersebut, pelaku usaha yang melakukan hal itu bahkan bisa diberikan sanksi berupa pencabutan izin usaha.

Larangan penjualan telur infertil bukan karena tidak layak konsumsi. Tetap larangan itu karena telur infertil cepat membusuk. Hal itu bisa dipahami karena telur infertil sudah mengalami proses pengeraman sekian lama, baik secara alamiah oleh ayam betina atau secara mekanis melalui mesin penetas. Setelah gagal menetas dan kemudian dijual ke pasaran, tentu usia telur infertil bertambah lama. Tak ayal, ketika sampai di tangan konsumen, telur infertil tidak bisa disimpan lama karena akan segera membusuk.

Telur infertil bisa diketahui dengan cara dilihat langsung atau diteropong di bawah sinar terang lampu/senter. Biasanya telur infertil memiliki bercak putih tidak sempurna di tengah kuning telur. Telur infertil selama belum membusuk sebenarnya masih layak konsumsi dan memiliki kandungan protein yang tinggi. Namun karena telur infertil sudah mengalami proses lama pengeraman, ia sangat rentan sekali dimasuki bakteri yang berbahaya. Hal inil pula yang membuat Pemerintah melarang peredaran telur infertil.

Sedangkan telur konsumsi yang berada di pasaran adalah telur yang memang sengaja dipersiapkan untuk dikonsumsi. Telur konsumsi umumnya dihasilkan dari perusahan ternak ayam petelur. Ayam betina penghasil telur tersebut biasanya tidak dikumpulkan bersama ayam pejantan. Karena itulah, telur konsumsi yang dihasilkan dari ayam petelur biasanya bukanlah hasil pembuahan dari ayam pejantan. Namun telur konsumsi terjadi lebih merupakan karena rutin setelah sebelumnya dilakukan pembuahan buatan (inseminasi) atau pembuahan alamiah dari ayam pejantan.

Karena tidak tidak mengalami pembuahan, telur konsumsi yang dijual pasaran biasanya kecil sekali kemungkinan bisa menetas. Hal itu karena tidak ada embrio di dalamnya. Memang ada beberapa langka ketika telur konsumsi bisa menetas. Hal itu karena itu ternyata di dalam telur konsumsi tersebut masih terdapat embrio.

(Dari berbagai sumber)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan