Antara Poligami, Poliandri, dan Keadilan Tuhan

Suatu hari, seorang teman perempuan bertanya, “Mas, mengapa poliandri tidak diperbolehkan?” Aku pun mafhum mengapa ia bertanya demikian. Sebelumnya, ia bercerita bahwa suaminya menikah lagi dengan seorang perempuan yang ternyata masih terikat pernikahan dengan seorang lelaki lain. Terus terang aku tidak bisa langsung menjawab. Tulisan ini adalah upayaku untuk menjawab pertanyaan sang teman semampuku.

Mengapa Tuhan membolehkan poligami untuk laki-laki tapi melarang poliandri untuk perempuan? Bukankah itu bentuk ketidakadilan Tuhan? Tuhan seolah hanya menguntungkan laki-laki tapi justru merugikan perempuan. Dan para aktivis perempuan berteriak kencang: poligami adalah ketidakadilan! Kalau memang adil, mestinya poliandri juga diperbolehkan untuk perempuan.

Bacaan Lainnya

Apa betul Tuhan bertindak tidak adil dalam masalah ini? Secara teologis, saya yakin bahwa Tuhan adalah Maha Bijaksana. Ia paling mengetahui kondisi ciptaan-Nya. Seorang pembuat robot pasti paling tahu apa yang bisa dan tidak bisa dilakukan robot hasil cipaannya. Karena itulah, Tuhan menetapkan apa yang harus, boleh, dan tidak boleh dilakukan oleh ciptaan-Nya.

Misalnya, robot kemampuan mengangkat hingga 100 kg. Jika benda yang diangkat melebihi aturan itu, robot itu pun bisa rusak. Oleh sang penciptanya, robot harus selalu di-charge selama 5 jam sehari, karena si robot menggunakan tenaga listrik. Jika tidak, si robot tidak akan kuat mengangkat beban.

Dengan ilustrasi yang lain, kita juga bisa memahami keadilan Tuhan. Seorang anak yang sudah kuliah tentu berbeda keperluan sehari-harinya dengan anak seusia SD. Tentu tidak adil jika jumlah uang jajan keduanya disamaratakan meski sama-sama anak sendiri. Uang jajan 20 ribu sehari mungkin pas untuk anak kuliah, tapi berlebihan sekali untuk anak SD.

Kejiwaan laki-laki tentu berbeda dengan kejiwaan perempuan pada umumnya. Hal ini pun diakui oleh ilmu psikologi. Industri yang memerlukan ketelitian dan ketelatenan, umumnya menggunakan tenaga kerja wanita, seperti industri barang-barang elektronika.

Namun di lapangan kerja yang membutuhkan tenaga besar dan kecepatan bertindak serta berisiko tinggi, seperti eksplorasi minyak di tengah laut, tenaga laki-laki yang biasanya dibutuhkan. Hal itu bukan berarti diskriminasi gender, tetapi sesuatu yang manusiawi dan alamiah.

Lelaki umumnya lebih kuat secara fisik dan emosional daripada perempuan. Hal itu bukan berarti tak ada perempuan yang lebih kuat fisik dan emosinya daripada lelaki. Di samping itu, laki-laki juga umumnya lebih mudah tertarik kepada lawan jenis daripada perempuan. Laki-laki umumnya lebih demonstratif mengungkap isi hatinya daripada perempuan. Perempuan biasanya lebih memperhatikan hal-hal detil, sedangkan lelaki cenderung kurang memperhatikan hal-hal detil dan lebih fokus terhadap hal-hal yang global.

Perbedaan-perbedaan itu bukanlah hasil konstruksi budaya, tapi merupakan fitrah yang telah diciptakan oleh Sang Penguasa Semesta demi keseimbangan kehidupan. Perbedaan-perbedaan itu juga bukan berarti harus dilihat dengan pola pikir struktural, bahwa lelaki lebih tinggi daripada perempuan, dan perempuan boleh diperlakukan seenaknya oleh laki-laki. Betapapun hukum dan etika dalam perkawinan tetap mengatur lalu lintas perilaku antara suami istri agar masing-masing bisa menjalankan tugas dan kewajibannya dengan baik.

Kecenderungan umum antara lelaki dan perempuan itulah yang dijadikan dasar pembentukan hukum tentang poligami dan poliandri. Sebagaimana diketahui dalam ilmu hukum, pembentukan hukum memang juga didasarkan pada kecenderungan umum pada diri manusia. Sebagaimana kecenderungan banyak lelaki untuk melampiaskan nafsu seksualnya dengan banyak perempuan, maka agama pun mengaturnya sedemikian rupa. Hal itu tidak boleh dilakukan kecuali dalam lembaga pernikahan dengan cara  poligami.

Saat poliandri dilarang keras oleh Sang Pencipta, bukan berarti Dia sedang bertindak tidak adil terhadap perempuan. Justru Ia bersikap adil terhadap perempuan. Ia menempatkan perempuan di tempat yang layak: tidak boleh poliandri. Sebab jika perempuan berpoliandri, maka perempuan akan menjatuhkan harkat keperempuanannya sendiri.

Perempuan umumnya cenderung hanya mencintai seorang lelaki. Perempuan biasanya tak kan sudi cintanya diduakan. Karena itulah, umumnya perempuan tidak rela sang suami berpoligami. Dengan demikian, jika perempuan berpoliandri, ia pun seolah berusaha menghapus fitrah kewanitaannya.

Andaikan Tuhan melegalkan poliandri, maka saya tak bisa membayangkan betapa kisruhnya masyarakat. Lelaki yang diduakan cintanya umumnya tak kan rela begitu saja. Ia bisa menggunakan jalan kekerasan karena merasa cintanya dikhianati. Saat merasa dikhianati, kecenderungan untuk melakukan kekerasan pada diri lelaki jauh lebih besar daripada perempuan, seperti dalam tradisi carok di Madura.

Sedangkan perempuan relatif bisa meredam emosinya daripada lelaki saat mengalami pengkhianatan cinta. Di sinilah pula letak perbedaan kejiwaan dalam diri lelaki dan perempuan, sehingga hukum pun menjadi berbeda dalam penerapannya.

Bayangkan, betapa merepotkannya untuk menentukan siapa ayah anak dari seorang perempuan yang berpoliandri. Setiap kali anak lahir, harus dilakukan tes DNA dulu. Akan terjadi kekacauan nasab saat terjadi poliandri. Karena itu pula, anak yang terlahir dari seorang ibu yang melakukan hubungan seksual dengan banyak laki-laki, akan mengalami beban psikologis, moral, dan hukum. Meski secara medis melalui test DNA, bisa ditentukan lelaki yang membuahi, tapi menetapkan status hukum ayah bukanlah hal yang mudah.

Sebaliknya, lelaki yang berpoligami tidaklah menimbulkan kekacauan nasab. Tak akan ada pencampuran benih di rahim sang istri karena yang membuahi hanya seorang lelaki. Meskipun si lelaki itu juga melakukan hubungan intim dengan istrinya yang lain. Hal ini berbeda dengan kasus poliandri.

Saat seorang perempuan berpoliandri, maka rahimnya menampung benih dari beberapa orang lelaki. Tak pelak, hal itu akan menyebabkan pencampuran benih dari beberapa orang lelaki dalam satu rahim. Meskipun pada akhirnya, benih yang berhasil membuahi hanya berasal dari seorang lelaki.

Dalam konteks itulah, saya melihat keadilan Tuhan saat Ia membolehkan poligami bagi lelaki dan melarang poliandri bagi perempuan. Sungguh, betapa indahnya hukum Tuhan jika kita mau berendah hati untuk mengakui kebenaran-Nya. Sebagai Sang Pencipta, Tuhan tentu lebih tahu terhadap apa yang terbaik untuk ciptaan-Nya.

Terkadang kita terlalu sibuk dengan agenda pemikiran kita sendiri, sehingga menutupi mata hati kita untuk merenungkan lebih dalam makna di balik hukum Tuhan yang sekilas tampak tidak adil atau kejam. Wallahu a’lam.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

20 Komentar

  1. terlepas dari masalah poligami (yang walaupun halal namun mengundang kontroversi ini), keadilan memang sering disalahartikan sebagai sama rata, pembagian di garis tengah, neraca berimbang.

    padahal seperti yang mas racheedus sebutkan, adil dipengaruhi oleh banyak faktor. cukup bagi anak yang sudah mahasiswa tentu berbeda dengan cukup bagi anak yang masih di bangku sekolah dasar, walaupun keduanya diberikan jatah yang sama-sama “cukup” oleh orang tuanya.

    Poligami memang kontroversial. Saya sendiri tak berniat melakukannya. Dan keadilan Tuhan memang tidaklah selalu berarti sama rata dan sebangun.

  2. salah satu golongan yg dicintai Allah adalah “al-muqsithin” (orang2 yg berbuat adil), yakni orang2 yg mampu melakukan segala sesuatu secara berimbang.

    untuk menjadi adil, kita bisa belajar dari cara Allah memperlakukan dunia ini; siang-malam, panas-dingin, tinggi-rendah, kaya -miskin… adalah adil bila Allah menciptakan siang dan malam, dan tidaklah adil bila Dia hanya menciptakan siang saja tanpa adanya malam…

    poligami diperbolehkan, poliandri dilarang, menurut saya memang adil, seadil Tuhan menempatkan surga di telapak kaki ibu… 🙂

    Komentar yang menarik, Pak Dosen. Tuhan memang Maha Adil, hanya kita yang sering belum memahami letak keadilan-Nya.

  3. ukuran adil itu sangat relatif, jadi lebih baik tidak usah poligami…

    Pandangan relativitas itu seringkali justru mengaburkan kebenaran yang hendak kita cari. Dan poligami atau tidak, hal itu tergantung kemampuan dan pengetahuan seseorang.

  4. belakang ini isu kesetaraan gender memang sedang menjadi topik yang hangat dibicarakan, mas rache. meski demikian, dalam soal tertentu, lelaki dan perempuan memang ndak bisa disamakan dg kaum lelaki, karena secara kodrati memang memiliki perbedaan yang prinsip. ttg masalah keadilan, saya sepakat juga dg mas rache kalau Sang Pencipta Maha mengetahui apa yang diciptakan-Nya.

    Pak Guru, isu kesetaraan gender, seperti kata Ratna Megawangi, istri Menteri BUMN, Sofyan Jalil, justru semakin menggoyahkan sendi-sendi rumah tangga di masyarakat Barat. Angka perceraian sangat tinggi di sana.

  5. wah ulasannya bagus sekali…. kenapa laki2 gak bisa menerima polyandri? itu karena ke-ego-an laki2 yg gak mau miliknya menjadi bagian pihak lain…

    sebenarnya di pihak perempuan juga begitu… aku yakin gak ada perempuan yg rela miliknya (baca: suami) juga menjadi bagian perempuan lain…

    makasi telah mampir, salam kenal juga….

    Laki-laki atau perempuan sama-sama memiliki kecenderungan posesif. Keduanya sama-sama tidak rela jika pasangannya juga “dimiliki” orang lain. Namun kebersamaan dalam memiliki pasangan bagi perempuan (poliandri) akan lebih membahayakan daripada poligami.

  6. Whew! Nikah itu seperti novel yang tak pernah selesai untuk dirawi. Jangankan menuliskannya, draft kerangkanya saja belum tuntas kugarap. Apalagi berpikir menulis novel (dengan judul) lain.

    Hanya saja terkadang pandangan umum melihat itu sebagai bentuk ketamakan kaum patriarki. Itu memang cara pandang yang menurut Pak Ersis; gender memang bukan produk Islam. Setuju!

    Terus, kapan draftnya digarap tuntas dan menjadi novel yang siap dipublikasikan? Menurut al-Ghazali, nikah adalah salah satu kenikmatan surga yang dipinjamkan Tuhan di dunia. Nah, lho.

  7. Banyak pihak yang menganggap bahwa poligami adalah budaya yang dikembangkan oleh Islam, padahal itu adalah salah. Poligami tumbuh subur jauh sebelum Islam datang dan kehadiran Islam justru untuk mengatur poligami sehingga bisa ‘menentramkan’ pihak laki-laki dan perempuan.

    Jika sebagian dari kita hanya menggunakan nafsu dan emosi, tentu saja tidak akan bisa menerima konsep poligami. Tapi lihatlah dengan pandangan yang bijak, lihatlah poligami sebagai sebuah aturan yang mendapatkan ‘lampu hijau’ dari Sang Pencipta yang tentu saja Dia lebih Maha Mengetahui hikmah dibolehkannya poligami dan dilarangnya poliandri.

    Ya, kita memang sering memahami aturan-Nya dengan kacamata nafsu dan emosi. Antum juga berkewajiban untuk menjelaskan misunderstanding ini.
    Syukron, sudah bersedia mampir ke blog sederhana ini. Salam silaturahmi.

  8. hehehehehhe…
    wanita itu gelas dan lelaki itu minuman
    kalau kalau 1 macam minuman di tuangkan ke banyak gelas ga masalah,rasa warna dan aromanya jelas. akan tetapi jika 1 gelas diisi banyak minuman .. aih aih warna semrawut apalagi rasa dan aroma bikin kacau deh pokoknya hehehehhehe.
    ntar sang anak tanya .. bu bapakku yg mana ? heeeaaa hehhee

    Metaforanya bagus juga, Mas Jamal. Bisa jadi bahan tulisanku lagi.

  9. Poligami tidak perlu dibesar besarkan. Setiap yang melakukan punya alasan sendiri. Lagi pula syariat memperbolehkan.

    Betul, poligami tidak perlu dibesar-besarkan. Saya sendiri hanya sekedar mencoba memahami poligami agar saya tidak salah mengerti, bukan untuk membesar-besarkan. Syukur-syukur, pemahaman saya juga bisa bermanfaat orang lain agar tidak salah mengerti terhadap konsep poligami dalam Islam.

  10. ( HJ. I.GUSTI. AGUNG. AYU NITYA DHARMANI ) AKU JANDA, petualang, SUKA SELINGKUH,BERPOLIANDRI,GAGAL BERUMAH TANGGA DAN KAWIN CERAI TUJUH KALI. ANAKKU TIGA GAK ADA YANG NGAKU SIAPA JADI BAPAKNYA, KARENA AKU LUPA BENIH PERTAMA ANAK-ANAK ITU DENGAN SIAPA..NAMAKU I GUSTI AGUNG AYU NITYA DHARMANI . AKU YAKIN, INI KARMAKU KARENA PAKAI PELET DANSUSUK KECANTIKAN. AKU SERING KESEPIAN, MENGINGAT MASA LALUKU YANG JADI PRAMUGARI NAKAL. SUKA MENJEBAK, MEMPERANGKAP LAKI-LAKI. TERUTAMA YANG TELAH BERISTERI DAN HARMONIS RUMAH TANGGANYA. SEPERTI ULAR BERBISANYA HELLO BAND. ANAK-ANAKKU YANG TAK BERTUAN ITU, SEMUA PADA PROTES KENAPA MAMANYA PUNYA NASIB SEPERTI INI. OHH, TOLONGIN AKU YA. BARANGKALI ANDA-ANDA SEMUA KELAK SUAMIKU YANG KEDELAPAN. MUDAH-MUDAHAN DEH…AKU MASIH ADA JODOH.

    Mohon maaf, Zus Ayu, komentarnya terpaksa saya edit. Blog ini bukan tempat untuk promosi.
    Mudahan, segera memperoleh suami yang betul-betul menyayangi Ibu. Mudahan juga selalu diberi petunjuk oleh Sang Kuasa agar senantiasa berada di jalan yang benar. Kenikmatan duniawi hanyalah fatamorgana yang menipu.